UNIVERSITI KEBANGSAAN MALAYSIA

Pukul 05.40, sebagian lelaki sudah terbangun dan membuat kebisingan membangunkan yang lain. Aku terburu-buru takut matahari terbit dan terlewat dari waktunya, belum shalat subuh. Meski dibuat bising, ada beberapa yang masih asyik dengan tidurnya. Mereka tampaknya masih asyik menghabiskan lelahnya dalam lelap. Sementara yang sudah terbangun duduk didepan tv, menyaksikan program ceramah pagi dari siaran Malaysia. Sebagian teman-teman tak paham dengan bahasa melayu yang kental dari penceramah, jadilah mereka tertawa geli padahal pesan yang disampaikan begitu serius, meski bahasa melayu mirip dengan bahasa indonesia tapi tetap saja sulit dipahami.

"ini sudah hampir jam 6, bukannya kita berangkat jam 6?" Aku bertanya secara random pada siapapun yang hendak menjawab.

"Siapa bilang? Nanti jam 9 kita berangkat." Seorang pria yang tengah tertidur mengangkat kepalanya dengan mata masih terpejam menjawab pertanyaanku. Aku tidak melanjutkan pertanyaan tadi, karena sudah terjawab. Meski dijawab juga dengan setengah pertanyaan.

"Diatas ada kolam renang, naiklah kalian renang-renang dulu." Siapa pria ini? sepanjang perjalanan dari jakarta sampai ke tempat ini aku tak melihat dia. Baru pagi ini dia ada, matanya belum penuh terbuka tapi dia sudah berucap dengan kalimat jelas dan lugas. Dari dialeknya nampak dia asli Malaysia, mungkin dia guide yang akan jadi pemandu selama di Malaysia.

"dimananya bang?" Menarik juga mengisi pagi melemaskan badan dengan bermain air.

"naik ke lantai 5 nanti belok kanan, belok kiri terus kanan ada tangga naik sedikit nah disitu kolamnya." Detail dan jelas penjelasannya kemudian matanya terpejam lagi. Afif dan aku, dua orang yang sudah terbangun langsung melangkah. Mungkin kami berdua akan baik jika menjadi teman nanti setelah perjalanan ini. Lift pembuat canggung semalam jadi tujuan, langkah kaki terhenti, afif menekan tombol.

"Hei kalian mau kekolam renang ya."  Suara ini pernah aku dengar, kami memalingkan wajah untuk melihat siapa yang bersuara dibelakang. Aku tersenyum melihat pria ini, dia yang duduk sejajar denganku dipesawat kemarin. Kami belum saling kenal, aku belum tertarik untuk berkenalan. Saat dilift sampai kolam renang, dia terus berbicara diiringi dengan tawanya yang unik meskipun tidak lucu. Setiap keluar tiga kalimat dia tertawa sendiri, tiap 3 kalimat tertawa sendiri lama-lama aku ikut tertawa juga. Antara lucu dan aneh. Kami masuk lift, benar saja pria ini senang berbual. Dia terus bercerita bahkan meski langkah kami terhenti kala tiba dikolam renang.

Afif melepaskan pakaian disaat bersamaan seorang perempuan turun ke kolam renang yang berada dilantai lima. Bangunan ini sepi dan menenangkan, aku berdiri ditepi pagar pembatas. Langit pagi, tampak dari ketinggian aku bisa melihat sekeliling dengan tenang. Seandainya tiap pagi dihabiskan dengan setenang ini? Ada yang tak biasa jika di indonesia suara burung pipit menemani pagi, disini ada kengerian burung gagak bebas beterbangan dan hinggap dimana saja. Gagak hitam untuk kita orang indonesia adalah pertanda kematian, jika sepagi ini dan sebanyak ini seberapa banyak kematian yang akan datang. Aneh rasanya, burung-burung ini tidak sedikitpun terganggu dengan kehadiran manusia. Senyaman inikah kehidupan negara ini, bahkan burung-burung saja diberi ruang kehidupan tak diganggu. Jakarta bahkan burung gereja ketika kita melangkah radius 5 meter saja mereka sudah terbang jauh, karena tahu jika ada kesempatan sedikit saja mereka akan ditangkap dan dijadikan mainan.

Perlahan aku mulai terbiasa mendengar suara burung gagak untuk menemani pagi di syeksen 7.
"Bang tolong fotoin gua deh." Pria ini, dia lagi. Baiklah,

"mana hpnya?" Aku meminta hp milik pria arab lucu ini.

"Gabawa bang pake hp lu aja ntar kirimin ke gua." Luar biasa, aku cuma tersenyum. Oke, beberapa gambar sudah aku ambil, dia bergaya sebaik mungkin.

"Wihh keren, sini gantian bang." Dia mengambil gambar untukku namun tak ada aba-aba, tiba-tiba dia sudah menunjukkan hasil jepretannya. Aku menarik nafas lalu menghembuskannya.

"Bang, bang fotoin gua,"  Afif berteriak dari tepi kolam.

"Nanti pas loncat ya fotoin." Afif memberikan handphonenya.

"Oke bang sekarang pas gua lagi renang."  Perlahan aku jadi tahu, sekarang aku jadi tripod saat ini berdiri diam untuk mengambilkan gambar untuk mereka. Ya sebagai tripod aku harus berdiri tak goyah tertiup angin. Aku tak turun ke kolam karena udara pagi ini sejuk sekali, sebagai kucing aku takut air pagi ini. Sementara afif asyik berenang dengan perempuan tadi, aku tak bisa melihat wajahnya dengan jelas.

"Nama lu siapa?" Aku mulai bertanya karena tak ada pembahasan penting lagi.

"Zaid biasa dipanggil Zema bang." Zema familiar sekali, aku sepertinya sering mendengar kata zema. Oh iya bukan zema tapi zuma game kodok yang memuntahkan bola dari mulutnya. Iya ternyata game zuma, maaf bukan zema hanya beda satu huruf buat aku pangling.

"semester berapa? Kuliah dimana?" Aku mulai melancarkan pertanyaan.

"belum kuliah bang, kemarin ikut test 3 kali ditolak. Tahun depan mau coba lagi." Kurang beruntung sekali anak muda ini, tapi salut dia masih menyempilkan semangat meski sudah 3 kali gagal. Kami mulai banyak bicara Zema, bukan keturunan arab dia punya garis keturunan dari ayahnya yang pakistan. Dia berkisah jika ibunya kini sedang berada di Malaysia jika punya kesempatan dia ingin berjumpa. Aku tahu bagaimana rasanya kerinduan itu, terlebih merindukan seorang ibu. Zema mungkin kita sama, aku tak sanggup melanjutkan pertanyaan tentang rindu padanya. Bagaimana rindu tak tahu tujuan itu membuat diri kita bagai haus ditengah gurun, dari kejauhan nampak air kala ditujua hanya fatamorgana. Dia nampak ada saat dihampir hanya fatamorgana, hidup terus dirundung harap demi harap tanpa tahu kapan kerinduan berakhir.

Mama, dia pernah jadi tujuan kerinduan tak berarah yang aku punya, tanpa kabar, tanpa berita, tak ada surat, tak pernah telepon, bahkan tak ada hembusan yang sekedar bisikan semu sama seperti dirimu zema. Jadi aku paham, dan aku tak mahu melanjutkan pertanyaan, pertanyaanku hanya akan seperti sebuah dialog penuh belas kasihan nanti untuk dirimu. Siapa orang dimuka bumi ini yang senang dikasihani, takkan ada. Begitu juga aku dan dirimu. Lebih baik kita membahas pagi dengan burung gagaknya.

Belasan tahun, serta jutaan belaskasihan sudah aku nikmati dari berbagai kalangan. Kenyang rasanya hidup dalam tatapan pedih dan haru dari mata orang banyak. Tapi kini tuhan telah menjamah do'a yang belasan tahun tercecer dimana-mana, mama kini ada disisiku dan kebahagiaannya adalah bakti wajib yang harus aku laksanakan. Ummu... ummu... ummu... bahkan tiga kali nabi sebutkan untuk pertanyaan siapa yang pantas dimuliakan.
Zema berlalu menuju kamar mandi untuk membersihkan diri, di home stay kamar mandi harus antri sedang disini kosong melompong. Afif juga menyelesaikan renang bersama perempuan tadi. Kami turun, bersiap,

"Sarapan-sarapan-sarapan." Rizqi yang bersuara lembut memanggil teman-teman untuk sarapan sebelum berangkat.

"apa nih sarapannya?" Kami bertanya silih berganti. Seporsi nasi, ditemani sambal teri, telur mata sapi serta setengah telur bulat.

"Nasi lemak itu." Jawab pria yang menunjukkan kami kolam renang. Setelah itu aku jadi tahu siapa dia, saat berkenalan dia menyebut namanya Adi. Penanggung jawab dari travel yang membawa kami untuk tour 3 negara, bahkan yang tidak aku sangka ternyata dia orang indonesia, dia orang medan. Aku kira dia orang Malaysia sebelumnya, logat dia sudah terkontaminasi melayu jadi tipis-tipis saja terdengar nada medan.

Aku mulai bicara dengan beberapa yang lain meskipun belum bertukar nama, kami hanya berdiskusi sembari sarapan pagi. Semua sudah siap kemeja belang dengan garis-garis hijau satu-satunya kemeja yang aku bawa, dan sepatu kulit kw warna coklat yang sudah 4 tahun tak tergantikan sebagai teman perjalanan. Kemeja jadi pilihan yang tepat karena tujuan wisatanya merupakan salah satu kampus terbaik di Malaysia saat ini.

Jika sesuai rencana kami akan audience di Universitas Kebangsaan Malaysia, yang masih termasuk di wilayah Selangor. Jika disebut Selangor terasa mudah untuk mengingat legend sepakbola indonesia, Bambang Pamungkas. Dia sempat sukses memperkuat klub Selangor FA di liga tertinggi Malaysia. Kini masih ada satu penerus sang legend untuk klub ini, Andik Vermansyah. Pemain mungil tapi dengan skill dan kelincahan luar biasa yang ditransfer persebaya. Aku bangga dengan keduanya, yang menunjukkan kualitas indonesia di negeri tetangga.

Rambut yang kemarin tergerai dan mengembang, untuk hari ini aku ikat agar terlihat rapi lagipula jika tergerai terasa gerah. Semua peserta berjalan keluar menuju bis yang sudah menunggu. Aku kembali menyapa driver kami yang semalam sedikit terpancing emosinya. Segar sekali, seperti biasa teman-teman tak pandang bulu, dimanapun, kapanpun mereka takkan pernah melewatkan moment untuk mengambil gambar, karena hari ini foto lebih mudah bercerita dibanding tulisan sepanjang ini atau berkisah selama mungkin. Foto hanya perlu satu gambar dan orang akan mengerti.
Semua penuh semangat, rata mereka menggunakan kemeja, celana levis panjang serta sepatu. Universitas Kebangsaan Malaysia jadi alasan kami serapi ini.

"Ada yang belum, siapa lagi yang belum?" Panitia bertanya pada para peserta. Hanya beberapa yang menjawab kebetulan bis ini belum cair, semua masih asyik dengan teman sebangkunya masing-masing, begitu juga aku.

"1,2,3,4...bla bla bla..." Panitia menghitung peserta,

"Cewe-cewe semalam ya yang belum naik? Yang dari jakarta itu." Panitia yang bertanya panitia juga yang menjawab, gadis-gadis itu lagi ternyata. Dua kali sudah mereka terkena masalah jika sekali lagi mereka telat sudah bisa dipastikan para gadis yang salah karena keteledoran mereka, karena satu kali tidak sengaja, 2 kali mungkin lupa, dan tiga kali memang tabiat. Fielza memanggil peserta yang belum naik ke bis, yang sudah waktunya untuk berangkat.

Gadis-gadis yang terlambat akhirnya naik juga, wajah mereka santai-santai saja. Beberapa peserta lain ada yang menggerutui setengah bercanda tentang keterlambatan mereka. Aku memperhatikan mereka satu persatu, mereka pasti istimewa. Jarang ada orang yang melakukan kesalahan tapi bersikap setenang ini. Nampak yang paling kesal pria gempal si 'penunjuk kolam renang', nada bicaranya yang tinggi terbilang galak atau memang seperti itu saat bicara, nada orang marah? Mungkin keduanya benar.

Syah Alam pagi hari, nuansa berbeda untuk pagi disini. Pagi yang tak biasa ditemani dengan suara burung gagak, suasana pagi yang sepi, tidak banyak yang lalulalang dijalanan umum, tak ada nasi uduk serta ketupat sayur ditepi jalan kalau di jakarta orang-orang sudah membludak setiap pagi untuk menjalani aktivitas. Didepan rusun mewah tempat kami menginap, kenapa mewah? Karena tak ada kebisingan, pengamanan maksimal, sampah tidak ada yang tercecer, sangat nyaman sementara rusun kami kumuh belum mampu sebaik ini. Ada satu stand penjual jajanan ringan didepan rusun, aneka goreng-gorengan manis dan pedas.

"oke semue dah kumpul? Dah lengkap? Bai-lah, perkenalkan saye touris guide yang akan hantarkan kalian semua ke tempat-tempat wisata. Kenalkan name saye muhammad ikram bin..... Nah kepanjangan ye? Sapa saje Abang Am biar singkat." Pria bertubuh besar dan berotot berwajah khas melayu memperkenalkan diri didepan peserta dengan mikrofon yang tidak terlalu baik, seringkali terputus suara abang Am sehingga tak semua mendengar. Awal yang kurang baik kami terlambat, kami mengulur jadwal jadi beberapa agenda dibatalkan salah satunya conferencee di UKM, abang memperkenalkan jika UKM memiliki daya magis tersendiri yang akan membuat mahasiswa yang berada didalamnya giat menuntut ilmu, selain karena fasilitas juga kualitas. Abang Am terlihat baik dia penyabar dan mudah dimengerti, terlihat sangat pengalaman meski beberapa kalimat tak dipahami sebagian peserta karena tercampur bahasa melayu.

Satu kekaguman yang harus aku tuliskan sepanjang perjalanan bahkan ketika dimulai, tiada henti aku melihat bendera Malaysia dipasang dimana-mana. Perkantoran, lampu jalanan, home stay tempat menginap bahkan gedung tinggi sekalipun bendera besar dipajang dibagian depan sebagai sebuah kebanggaan. Mereka tidak merasa rugi nama perusahaan atau brand tertutup oleh bendera kebanggaannya. Salut! Aku coba bicara pada beberapa kawan tentang hal ini.

"Sebentar lagi mereka merayakan hari kemerdekaannya 31 Agustus jadi wajar saja." Benarkah begitu? Pertanyaan dibenak aku harus memastikan jawaban teman ini. Jika memang untuk perayaan kemerdekaan Indonesia pun demikian, tapi tak ada perusahaan yang rela membentangkan bendera besar menutupi bagian depan gedung mereka, paling hanya bendera kecil di halaman perkantoran.

Kami sampai di UKM, dan tak banyak waktu yang kami punya. Persiapan yang makan banyak waktu membuat kami harus membayar mahal dengan dibatalkannya Conferencee di UKM. Selesai sudah, tidak ada hal menarik lagi yang bisa dinikmati disini. Kami dipersilakan untuk berkeliling dibagian luar, komplek kampus ini mungkin mirip dengan UNSYIAH di Aceh atau UI di Depok. Komplek yang luas, menarik tapi aku sudah tidak tertarik karena menu utama sudah tak bisa disantap. 

Sebuah Universitas yang luar biasa tampilan luar saja sudah menunjukkan kualitas. Aku sudah merasa terlalu tua untuk menuliskan mimpi, kuliah di Jakarta saja sudah berantakan tak terurus apalagi mau ke luar negeri. Semua asyik mengambil gambar selfie, Kak Saturi berbincang dengan peserta lain dan dia berlalu mencari objek untuk di ambil gambarnya atau juga untuk mendapatkan background bagus untuk dirinya. 

"Bandung mana Bandung? foto, foto" Teriak para panitia, jika mendengar kata foto secara otomatis secepat kilat semua berkumpul  dan ambil posisi serta pose terbaik. Cekrek dan bubar, semua kembali pada aktivitas selfie masing-masing, aku kembali ke bis. Sudah tidak ada hal menarik lagi, lebih baik ngadem didalam bis.

Pada akhirnya tidak banyak hal yang aku dapat tentang Universiti Kebangsaan Malaysia selain penjelasan sedikit dari Abang Am. Ingin bertanya tidak banyak orang aku kenal, tidak mudah juga mengakrabkan diri dengan orang-orang baru. Aku harus benar-benar mengenal mereka baru enak untuk berdialog. Jika tidak mengenal sedikit pribadinya sulit untuk mengakrabkan diri, begitulah cara aku bersosialisasi.

Komentar

Postingan Populer