Bandung Part 2: Istirahat Sejenak
Kelas deluxe milik hotel anugrah di jl. Ciburuy sudah cukup untuk kami, karena disana tersedia ruangan yang luas juga ber-ac, meja, bangku santai, tv, kulkas, kamar mandi yang bersih, lemari penyimpanan pakaian, 4 tempat tidur yang nyaman.
Ketika sedang beristirahat mas khotib yang menjadi PJ (penanggung jawab) dilapangan berkoordinasi dengan relawan lokal dan orang-orang dari pihak sponsor Bank Permata. Kami bersantai dengan menonton tv, beberapa waktu kemudian mas khotib mengabarkan jika hari ini tidak ada kegiatan, ada rasa kecewa karena kami akan menganggur untuk hari ini, tidak sesuai dengan rencana awal. Buat gua atau mungkin teman yang lainnya hal ini bukan hal baik, karena kami terbiasa memaksimalkan waktu yang kami miliki untuk sebanyak mungkin mengobati melayani pasien.
Untuk gua sendiri semakin banyak pasien semakin senang hati karena akan mengenal banyak orang baru dengan sifat-sifatnya. Itu bisa menjadi pelajaran atau kesenangan tersendiri, karena pasien-pasien tua akan sering menceritakan kisah-kisah hidup mereka meski bagi sebagian orang biasa saja tapi bagi gua itu adalah pelajaran hidup. Pasien-pasien yang menderita penyakit parah mengingatkan gua untuk bersyukur dengan sehat yang gua miliki. Pasien-pasien miskin mengajarkan gua untuk bersyukur jika tidak kekurangan akan harta. Dokter-dokter yang menjadi relawan juga mengajarkan gua jika sebuah pekerjaan itu tidak terus-menerus tentang uang, tapi kebahagiaan.
Disela rasa kecewa kami yang sedang berbaring, merehat diri sejenak dibangunkan oleh dokter maldwin, pria 68 tahun yang selalu tampil modis.
"Daripada kita cuma di sini, lebih baik antar saya ke rumah adik saya dekat gedung sate." Gua langsung beranjak dari tempat tidur, gedung sate bangunan terkenal dikota bandung gua belum pernah kesana.
"Oke dok, langsung berangkat sekarang jangan tunda lagi. Yuk! Saya langsung siap-siap nih." Gua penuh semangat langsung berdiri.
"Iya tapi kalian istirahat dulu, shalat zuhur dulu, baring-baring dulu. Kasian awal yang bawa mobilnya." Ujar dokter maldwin. Gua melirik mas Awal, dengan tatapan meledek.
"Kapten kita tidak pernah lelah, bukankah begitu?" Gua katakan pada mas Awal.
"Gila lu bro, istirahat dululah. Ambulancenya semi-truck tangan gua pegal semua." Kata pria berdarah sulawesi tengah itu dengan nada khas yang sedikit tinggi. Dilanjut dengan tawa dari mas khotib, juga dokter Maldwin yang sulit menunjukkan tawanya. Akhirnya kami beristirahat shalat dan baring-baring satu jam lebih sesuai permintaan Dokter Maldwin.
Setelah beristirahat, sesuai permintaan dokter kami berangkat menjemput kembaran dokter. Hanya perlu 20 menit menuju rumah yang sempat kami singgahi tadi. Setelah personel lengkap mas Awal langsung tancap gas, dokter maldwin dan saudara kembarnya dusuk dibagian depan, sedang gua dan mas khotib bergabung bersama box-box yang berisi obat untuk kegiatan pengobatan.besok.
Ditengah perjalanan kami berhenti dulu di masakan padang, ini juga merupakan request dokter maldwin. Gua tidak protes malah sangat setuju dengan pilihan ini, karena sesuai selera. Masakan padang cocok untuk semua lidah sumatera bahkan indonesia. Kami makan siang lalu melanjutkan lagi perjalanan.
Gua berbincang banyak hal dengan mas khotib dari pekerjaan sampai masalah pribadi setelah itu kami lelah lalu tertidur. Iya tertidur dalam perjalanan ke kota bandung. Kami terbangun kala mobil terhenti dan ada ketukan dari jendela depan menandakan jika kami telah sampai.
Komplek mewah dibelakang yang berjarak beberapa ratus meter dibelakang gedung sate. Saat turun, adik bungsu dari dokter maldwin langsung mempersilakan kami masuk.
"Kami mau ke gedung sate boleh? Nanti sepulang dari sana baru masuk." Ucap mas Awal. Tapi sang tuan rumah tidak mengizinkan, dia memaksa kami untuk masuk. Tidak ada pilihan gua melirik mas Awal tanda persetujuan lalu masuk. Teh botol disuguhkan saat pertama kali masuk, perlahan muncul makanan lain. Sampai pada menu serabi solo, pernah dengar tapi belum pernah makan.
"Ini serabi solo, ada dua rasa original dan coklat, yuk sok atuh mangga dicicip," kata wanita tua berkacamata yang rambutnya sudah memutih diikat buntut kuda, dialah adik bungsu dokter maldwin. Mas Awal paling bersemangat disusul mas Khotib, gua mulai tergiur meski perut kenyang terisi masakan padang. Gua mencicipi rasa coklat, teksturnya yang lembut seperti agar-agar tapi terbuat dari tepung semua dan taburan coklat ditengahnya. Luar biasa!! Lezzzat!! Pertama kalinya gua mencoba serabi solo, rasa yang luar biasa. Ini akan jadi makanan favorit gua selanjutnya jika berjumpa lagi.
Dokter maldwin masuk ke ruang dalam bersama sang adik, mereka mulai bercerita dan bernostalgia kami yang diluar hanya mendengar suara bercampur bisingnya kendaraan lalu-lalang sore hari di jalan bengawan, jalan aktif yang lumayan macet. Saudari kembar dokter Maldwin yang menemani kami bicara diruang tamu rumah yang dipenuhi barang-barang antik seperti lukisan, piring dan gelas bermotif , dan berbagai macam barang bernilai seni tinggi lainnya. Sampai pada satu titik obrolin yang tadinya menyenangkan jadi berubah sedikit garing.
"Kalau ibu anak sudah berapa?" Gua membuka pertanyaan biasa tapi entah mengapa saudari kembar Dokter Maldwin seperti salah tingkah, canggung, atau apa ya? Yang membuat dia sulit menjawab, tampak begitu berat untuk menjawab pertanyaan sederhana itu.
"Ada anak, anak kost. Aku ga punya anak. Eh ayo dimakan-dimakan keburu dingin gaenak serabinya." Dia menjawab dengan senyuman tapi gua tahu jika senyuman itu nihil kebahagiaan, senyuman yang membawa beban berat. Gua tidak berani lagi melanjutkan obrolan, untung saja diwaktu yang sama Dokter keluar dari ruang dalam tempat bernostalgia dengan adik bungsunya.
"Kita pulang sekarang ya. Kami pulang dulu, nanti kalau ada waktu kami datang lagi." Saudara kembar dokter Maldwin berpamitan, gua dan yang lainnya mengikuti dibelakangnya.
"Kita cari makan digedung sate ya?" Gua mengingatkan hasrat yang sempat tertunda.
"Boleh, boleh." Sambut mas Awal.
"Aku ma ikut aja." Mas Khotib pasrah. Disambut anggukan Dokter Maldwin.
"Waduh gausah ya. Macet, aku langsung pulang aja. Nanti macet, macet parah. Sudah, ayo langsung pulang saja." Ajak saudari kembar dokter Maldwin. Gua dan mas Awal kembali bertukar pandangan kali ini, pandangan yang sama setuju dalam rasa kecewa karena gagal ke gedung sate. Ya sudahlah! Mungkin dilain kesempatan gua bisa menginjakkan kaki digedung sate. Semua masuk mobil, matahari sedikit condong ingin melarikan diri dari siang, dia beranjak bersama senja.
Mobil meluncur didalam kemacetan kota bandung, senja dalam kemacetan. Kota bandung kota yang kreatif dan produktif, terbukti populernya kota bandung dengan industri pakaiannya. Tapi kemacetannya juga perlahan mulai menggerogoti kota ini, tidak lama lagi dia akan jadi jakarta baru jika keadaan ini tidak ditangani dengan baik. Rasa kecewa buat gua mengantuk, memejamkan mata adalah solusi. Gua terlelap!
"Bangun-bangun, ibu mau pamit itu." Mas Khotib membangunkan gua.
"Terimakasih ya sudah mau anter win, kerumah saya dan adik saya." Ucap si ibu diakhir perjumpaannya dengan kami. Gua belum sadar sepenuhnya menganggukkan kepala dengan sedikit senyuman berat. Setelah pintu mobil ditutup, kantuk jadi hilang mungkin karena jarak ke penginapan sudah dekat.
"Bro... Masih semangatkah?" Gua mulai mengikuti irama mas Awal yang terbiasa meninggikan suara mirip orang-orang medan.
"Perlu penambah ion ini, broww." Jawabnya.
"Kayanya kita perlu ke alfa ini bro... Buat cari penambah ion." Gua mencolek mas Khotib sebagai penanggung jawab.
"Iya aku ngerti tapi cari ATM BRI dulu, duit cashnya enggak ada." Jawab mas Khotib dengan agak sedikit cemberut.
Sesaat kemudian teringat jika beberapa hari yang lalu, gua sempat berkenalan dengan gadis bandung melalui jejaring sosial yang menghubungkan mereka yang sesifat. Bermodal dari iseng, kami berkenalan dan ada janji kecil untuk bertemu saat gua tiba dibandung. Gua langsung mengirimkan pesan padanya, jika gua sudah berada dibandung, dan memberitahukan tempat menginap. Ternyata tepat gadis itu juga sedang online, jadilah kami bertukar percakapan, sampai akhirnya dia memutuskan jika ingin datang ke tempat gua menginap setelah maghrib nanti untuk menepati janji kecil kami.
Dia meminta gambar lokasi tapi gua masih dijalan pulang sedangkan baterai HP hanya tersisa 3 persen, sebentar lagi akan mati. Mas Awal menghentikan Ambulance didepan Anjungan Tunai, mas Khotib langsung mengambil uang sedang gua menuju Alfamart yang berada diseberang jalan untuk belanja beberapa snack dan minuman untuk persediaan kami di penginapan agar tidak bosan. Gua tergesa-gesa menuju alfamart, sejak tadi menahan buang air kecil. Lega rasanya setelah berjumpa dengan toilet, melihat HP ternyata sudah mati kehabisan baterai.
Gua memilih jajanan dan minuman yang cocok untuk kami, beberapa minuman dingin sudah gua pilih lalu makanan ringan. Kala berpaling mas Khotib sudah ada dibelakang, ternyata dia juga ingin mencari snack yang sesuai dengan seleranya. Gua meletakkan belanjaan dikasir menunggu mas Khotib selesai memilih belanjaannya. Sekalian agar dia yang membayar semuanya.
Gua suka belanja diminimarket karena senyuman penjaga perempuannya selalu enak dipandang. Maklum namanya juga single. Intermezzo, kami langsung kembali ke mobil.
"Masih jauh ya?" Tanya mas Khotib
"Iya kaya masih jauh, jalan yang tadi kita lewatin belum.keliatan." Gua menjawab dengan pedenya.
"Bro pocarinya ni penambah ion bro. Biar semangat nyopirnya." Gua membukakan pocari dan memberikan pada mas Awal yang terlihat mulai lelah.
"Oke broww terimakasih." Jawab mas Awal sesaat kemudian dia putar balik lalu berkelok ke kiri dan kami sampai. Gua dan mas Khotib langsung terpana karena gua kira perjalanan masih jauh sehingga ada rasa senang tak terduga kala tujuan hanya sepandang mata, jadi penginapan kami tepat berada dibelakang Alfamart yang dekat denga. Rumah Sakit Sartika Asih. Kami hanya melempar pandangan dan tersenyum.
"Bro ternyata kalau dikasih penambah ion langsung cepat sampai ya bro." Gua mencandai mas Awal. Dia hanya membalas dengan tawa besarnya. Bersamaan dengan sampainya kami, hujanpun turun. Hanya satu yang terpikir oleh gua, jadikah gadis itu datang bila hujan telah ramai datang bersama gelap malam? Tunggulah sampai HP menyala.
Terburu-buru gua menuju kamar, mangambil charger ditas dengan cepat menghidupkan HP.
'Aku jalan sekarang ya' balas gadis itu, lebih baik gua sebut namanya wiwi. Ternyata dia benar-benar serius datang untuk laki-laki seperti gua, pasti mengecewakan jika dia sampai berjumpa. Hujan masih deras diluar.
'Iya aku tunggu ya.' Gua membalas dengan singkat seolah jadi pria tampan yang akan dijumpai wanita yang mengharapkannya. Teman-teman dan dokter bergantian masuk kamar mandi, membersihkan diri lalu shalat maghrib berjamaah.
Selesai shalat gua buka hp, ada beberapa kali telephone via jejaring sosial. Ternyata dari wiwi, gua coba telephone balik dengan videocall. Dia mengangkat. Gua terkejut, karena dia jauh lebih cantik dari photo profilnya. Dari profilnya juga gua dapati tinggi 165cm, dia lebih tingga 6cm. Gua coba menenang diri melihat kecantikan gadis ini. Terbersit dalam.hati betapa bodohnya dia mau menghampiri lelaki seperti gua. Bukankah ada banyak lelaki yang lebih baik.
"Hai kamu sudah dimana?" Gua membuka pembicaraan sambil melangkah keluar duduk di balkon penginapan sambil melihat rintikan hujan yang jatuh berebutan.
"#$&#&#&, " Gua tidak mendengar dengan jelas dimana lokasi dia berada tapi seolah saja mendengar.
"Aku setengaj perjalanan tapi malah ujan, jadi aku gabisa kemana-mana soalnya jas ujannya ketinggalan di motor yang satunya." sesekali dia mengarahkan kamera videonya ke bagian-bagian tubuhnya yang basah menunjukkan jika dirinya benar-benar terjebak oleh hujan. Gua merasa sedikit tidak tega, tapi bagaimana lagi? Gua tidak mengerti jalanan bandung dan satu-satunya kendaraan hanya ambulance. Tidak mungkin gua menggunakan kendaraan ini untuk hal yang seperti ini. #kalian mengertilah. Cukup gua yang bersalah dalam hal ini.
"Maaf ya gara-gara aku kamu jadi kehujanan. Gimana kalau gini aja, kamu gausah dateng kesini kamu pulang aja ya. Takutnya kamu masuk angin lagi kalau jalannya makin jauh." Gua berusaha mengambil.keputusan terbaik walaupun dalam hati ada sesal, gua tidak jadi berjumpa dengan wiwi. Gua selalu ingin kenal dan suatu saat memiliki istri yang lebih tinggi, agar kelak anak-anak gua bisa lebih tinggi dari gua. Jangan tertawa, tinggi juga jadi masalah mereka yang memikirkan.
"Tapi kamunya gimana, padahal udah jauh-jauh kesini malah kitanya ga ketemu. Aku ga enak sama kamu." Nyessss, dada gua baru saja tersetrika, ada panas yang membara melihat wiwi dengan manjanya, sedikit memelas, dan rasa bersalah mengatakan hal itu.
"Kalau kamu mau kesini juga gapapa tapi aku takutnya kamu masuk angin, sama kemaleman pulangnya." Gua kembali membohongi keinginan hati, agar terlihat seperti lelaki pada umumnya yang perhatian dan melindungi. Akibatnya gua membuang peluang mengenal wiwi secara langsung. Medsos tidak mengenalkan seseorang secara nyata, jadi gua tidak bisa mempercayai apapun yang muncul dari medsos karena terlalu banyak sensasi bahkan dalam memperkenalkan diri sendiri.
"Yaudah aku nunggu hujannya reda dulu nanti baru pulang, soalnya masih jauh tempat kamu dari sini." Gua tersenyum nihil. Merelakan kesempatan berlalu. Tapi pandangan takjub melalui videocall ini membuat gua begitu nyaman, seperti dapat anugrah saja. Firasat gua berkata jika tidak berjumpa sekarang maka perkenalan ini akan usai. Semoga saja tidak. Tapi bilapun harus gua akan rela karena dia terlalu cantik. Inilah yang menjadi sebab gua berkenalan lewat media sosial karena gua tidak terlalu percaya diri bila bicara langsung.
Gua masuk ke kamar, semua sedang berbaring. Memanjakan diri selepas mandi, apalagi mas Awal yang full seharian menyopiri kami.
"Dokter mau makan apa?" Gua coba membuka pembicaraan, kami belum makan malam dan dokter tidak mau sembarang makan.
"Saya nasi padang saja, kalau tidak ada nasi goreng saja." Ujar dokter, keduanya merupakan selera gua juga.
"Yang lain?" gua melirik pada mas Awal dan mas Khotib.
"Aku ikut aja yang dokter pesan." mas Khotib menjawab dengan gaya bicaranya yang cepat.
"Mas Awal ayo kita jalan-jalan malam siapa tau ada suasana indah." Gua tawarkan padanya, Gua lupa mengatakan. Dokter maldwin dan mas Awal ini merupakan perkenalan pertama kami. Cepat akrab merupakan hal biasa dalam perjalanan bakti sosial Lembaga kesehatan IMS, karena kita tidak pernah tahu akan pergi dengan siapa bersama siapa?
"Saya nasi gorengnya jangan pakai bakso, jangan pakai kecap, sama jangan pakai acar. Terus kalau ada minumannya, minuman kotak tapi rasa leci. Kalau ga ada apapun bentuknya asal rasa leci." Sejak pertama bertemu dokter maldwin telah menunjukkan diri jika dia tidak mau mendapatkan sesuatu yang tidak memuaskan hati. Semua yang dia inginkan harus tepat dan sesuai agar bisa dinikmati sepenuh hati.
"Oh iya jangan lupa minta sendok plastik buat kita makan nanti," Tambah dokter maldwin gua menganggukkan kepala tanda mengerti. Gua mengambil jacket, bersama mas awal menembus rintikan gerimis yang tersisa mencari makan malam. Penginapan kami hanya menyediakan sarapan saja, jadi jam makan lainnya harus mencari sendiri.
"Oh iya jangan lupa minta sendok plastik buat kita makan nanti," Tambah dokter maldwin gua menganggukkan kepala tanda mengerti. Gua mengambil jacket, bersama mas awal menembus rintikan gerimis yang tersisa mencari makan malam. Penginapan kami hanya menyediakan sarapan saja, jadi jam makan lainnya harus mencari sendiri.
Sesampainya di jalan raya tidak ada masakan padang yang sepandang mata, gua melirik kiri-kanan juga seberang jalan dengan jeli, yang terlihat nasi goreng daripada berputar-putar tidak mendapati masakan padang langsung saja pesan nasi goreng.
"Mangga a' berapa bungkus?" Tanya si penjual.
"Aku pesan 4 bungkus, yang satu enggak pakai bakso, acar, sama kecap ya." Penjual memberikan anggukan mengerti, tapi kami masih harus antri 2 orang lagi. Gerimis masih belum beranjak gua asyik melihat kendaraan lalu lalang malam ini, mas Awal sedang asyik bicara dengan telephone genggamnya. Banyak gadis lalu-lalang, tidak salah bandung memang kotanya gadis cantik. Dasar sifat bujangan sempat-sempatnya gua memperhatikan mereka, efek single. Setelah menikah semoga sifat ini hilang.
Dalam lamunan gua terus memutar otak, berpikir kemana masa depan akan gua bawa. Sejauh ini gua belum menemukan siapa diri gua yang sebenarnya. Jika kebanyakan kawan seusia sudah menemukan jati dirinya sedang gua masih berkutat pada pertanyaan itu. Pekerjaan gua memang di counter hp tapi itu bukan bidang sebenarnya karena materi tidaklah gua dapati disana, tidak cukup untuk membangun rumah tangga. Ikut baksos merupakan hobby, jalan-jalan adalah hobby karena hobby inilah akhirnya gua menikmati setiap kali pergi dengan IMS, memberikan pelayanan kesehatan untuk masyarakat korban bencana. Diluar IMS gua sering pergi sendiri menuju tempat-tempat wisata, paling sedikit 6 bulan sekali gua pergi travelling sendiri atau bersama teman.
Gua suka laut, karena disana gua pernah dibesarkan dan jadi tempat bermain di masa kanak. Aroma laut tidak bisa hilang begitu saja dari dalam, mungkin bukan laut, air yang lebih umumnya. Semua yang beraroma air selalu menarik hati, karena disana ada ketenangan tapi kala amarah menguap dia bisa jadi mengerikan tidak lagi kompromi akan keadaan. Sifat air itu juga yang mengalir di dalam diri gua. Pada gelas mana air dituangkan maka disanalah dia bertempat, gua suka menjadi apapun meski tidak memiliki kemampuan tapi gua suka tantangan. Tantangan dalam hidup, buat gua hidup bukan sekedar harta tapi pengalaman dan cerita. Tapi orang-orang pada hari ini memaksa jika hidup haruslah harta, mereka yang punya harta akan dihargai dan dihormati bak raja, atau bahkan diagungkan dan didewakan. Haluan cara bertuhan juga seakan mulai berubah, para pemuda negeri ini yang menjadi korban dari buruk sistem pendidikan yang terus luntur termakan waktu dan kepentingan.
"Mas sudah selesai, 48 semuanya." Lamunan gua buyar oleh suara si penjual. Gua memberikan uang, mengambil kembalian lalu menepuk pundak mas Awal yang masih asyik dengan telephone genggamnya. Selanjutnya minuman leci dokter maldwin harus dapat, agar dokter merasa dilayani dengan baik. Gua kembali ke alfa tadi, gadis berkerudung penjaga kasir tadi masih ada, dia kembali tersenyum. Gua membalasnya sambil berjalan menuju kulkas minuman. Gua mencari-cari minuman leci, tapi belum ketemu.
"Mas-mas minuman leci dimana ya?" mas Awal melihat gua mencari-cari tapi tidak ketemua membuat dia berinisiatif memanggil petugas alfa, si petugas alfa langsung mencarikan minuman leci, tanpa kesulitan dia menunjukkan letak minuman berada. Tugas selesai. Kami kembali ke penginapan, gerimis belum beranjak dia masih hendak bermain pada malam ini. Hanya perlu beberapa menit saja untuk sampai ke penginapan. Ketika hendak membuka pintu kamar seorang petugas datang,
"a' kamarnya sudah pindah ke 108, tadi teman aa yang minta." Ini pasti kerjaan dokter Maldwin.
"Oh gitu, oke terimakasih ya a." gua membalas dengan senyuman, aa' merupakan panggilan sopan dalam bahasa sunda kepada lelaki yang lebih tua, namun kini tidak hanya kepada lelaki yang lebih tua. Sebagai rasa hormat si penjaga yang sebenarnya lebih pada tamunya dia memanggil aa' pada kami. Gua langsung masuk ke kamar 108, dokter Maldwin dan mas Khotib sedang asyik nonton bola sedang ada turnamen piala bhayangkara antara Mitra Kukar melawan Persib Bandung.
"Kamar disebelah AC-nya kurang dingin. Kita bayar masa fasilitasnya kurang memuaskan, ya Enggak?" Jawaban yang disertai pertanyaan yang meminta sebuah dukungan muncul dari dokter Maldwin, gua hanya bisa mengangguk. Belum sempat bertanya sudah dijawab oleh dokter maldwin padahal gua belum duduk. Sesuai perkiraan, dokter maldwin yang minta pindah kamar. Sebenarnya untuk kami AC ruangan sebelumnya sudah cukup dingin karena kami terbiasa menggunakan kipas angin, dokter mungkin terbiasa dengan AC yang lebih dingin jadi dia merasa tidak puas.
Gua teringat pada Wiwi sekarang sedang apa dan dimana? kasian juga membiarkan dia sendirian saat hujan, apalagi ini sudah malam. Tidak baik untuk gadis secantik dia berada dijalanan pada malam seperti ini, apalagi sebelumnya pakaiannya telah basah karena hujan. Gua coba menghubungi lewat videocall
"Hai aku udah dirumah. Kamu enggak istirahat?" Wiwi langsung menyapa lebih dulu.
"Iya aku mau istirahat, maaf ya. Aku jadi gaenak sama kamu." Dia gadis yang baik, obrolan kami berjalan 15 menit dan dia tidak mempermasalahkan apa yang tadi terjadi, atau dia bersembunyi dari kekesalannya. Kami belum saling mengenal, gua tidak terlalu ambil pusing.
Gua kembali ke ruangan makan nasi goreng yang sudah mulai dingin. Lalu tidur, karena besok harus berangkat pagi untuk kegiatan bakti sosial.
Komentar
Posting Komentar