Jogja Part 1: Selamat Malam!

Adzan subuh berkumandang, gua sudah membuka mata seperti biasanya. Alarm keras di Hp membuat gua terbangun sesuai keinginan, mengambil air wudhu, shalat subuh lalu berkemas membawa barang-barang yang mungkin akan gua butuhkan nanti saat ke jogja, sarung, satu kemeja untuk acara Training Jurnalistik PENA di jogja, satu celana levis untuk celana ganti selama 4 hari rencana di Jogja, beberapa celana dalam, celana pendek, 3 kaos untuk baju ganti tidak lupa memasukkan buku catatan dan pulpen kedalam ransel yang belum pernah gua ganti sejak 2 tahun belakangan yang cuma seharga 40ribu, beli di toko depan rumah. 

Setelah semua barang masuk ke dalam tas, waktunya mandi. Browsing lokasi merupakan ilmu baru yang gua dapatkan secara tidak sengaja yang baru saja terpikirkan saat mandi tadi. Perjalanan jogja sudah direncanakan sejak sebulan yang lalu kala berkumpul dengan teman-teman futsal dan beberapa hari sebelumnya gua baru masuk ke grup PENA (Penulis Muda Nusantara), PENA akan mengadakan acara Training Jurnalistik di Jogja tepatnya di UIN Sunan Kalijaga. Dari sanalah muncul ide untuk mengikuti kegiatan tersebut, pertama untuk membangun diri gua yang telah lama tertidur dengan mimpi gua yang ingin menjadi seorang penulis dan yang kedua gua ingin kembali menikmati kota jogja yang 5 tahun lalu gua kunjungi namun tidak banyak gambar kenangan yang gua miliki. 

Saat itu gua putuskan untuk mengajak teman-teman, 3 orang teman sepakat untuk berangkat bersama gua ke Jogja, mereka adalah Ka wahyudi yang dulunya merupakan pembimbing gua saat masih SMP di SMP Boarding Al-Qalam Jakarta, yang kedua adalah Ka Kholik guru Komputer saat di SMP yang sama, dan yang terakhir Khotibul Umam teman sekelas saat SMP. Sejak dulu sudah terkenal sebagai ahli komputer diantara teman lainnya. Sayang dulu dia sempat mengenalkan kami pada dunia hitam yaitu dunia pornografi tapi kini dia telah bertobat dan jadi seorang design grafis untuk banyak lembaga terutama untuk lembaga Pos Da'i, untuk teman yang satu ini mungkin butuh ulasan yang sedikit panjang. 

Dia merupakan pendukung fanatik liverpool klub inggris yang beberapa tahun belakangan terpuruk, turun kasta dari 4 besar penguasa liga inggris sejak berpuluh-puluh tahun yang lalu. Setiap kali ada nonton bareng liverpool maka saat itu juga kalian akan menemukan dia berada disana. Kami sempat berpisah saat SMA umam sekolah di Magelang, sedang gua masih di jakarta. Tapi saat lulus kami bertemu lagi. Magelang, kota kelahiran umam maka dari itu kami mempercayakan perjalanan ini pada dia. Hanya saja kelihatannya kami tidak bisa bergantung pada umam karena orangtuanya sedang sakit. Saat tiba di jogja nanti rencananya dia akan langsung kembali ke magelang. Gua sudah browsing dan bertanya-tanya pada teman-teman tentang harga penginapan dan juga sewa motor selama nanti di jogja hanya saja belum ada satupun yang gua hubungi untuk memastikan penginapan. Rencana akan kami bicarakan di kereta nanti. 

Seminggu sebelum berangkat ke jogja ka wahyudi membatalkan rencana karena beberapa alasan. Tinggallah kami bertiga yang berangkat, tiket gua pesan via online pembayarannya melalui minimarket. Gua sengaja mencari tiket kereta ekonomi yang murah meriah tiket berangkat 80rb/orang dan tiket pulang 75/orang. Umam hanya pesan tiket berangkat saja, sedang pulangnya dia berencana naik bis. 

Gedoran rolling door sebagai tanda counter buka membuat gua segera beranjak dari depan laptop. Mengeluarkan dua motor, merapikan etalase handphone, waktu menunjukkan pukul 06.30. Counter selalu buka di jam yang sama dan tutup pada 21.30, ini adalah counter milik abang gua. Dia mungkin abang paling sukses karena bisa menggapai apa yang dia inginkan sesuai rencana yang dia buat. Luar biasa! Seringkali gua angkat topi dan belajar banyak darinya tentang kesuksesan.

Setelah semuanya beres gua mengambil ransel. Memakai sepasang sepatu kulit kw yang sudah lusuh sedikit koboi berwarna coklat, usianya lebih tua dari ransel yang gua pakai. Sudah tampak beberapa lem yang renggang tapi gua tetap memakainya karena dia telah menemani gua kebanyak perjalanan. Gua menyukai suatu barang karena pas dipakai bukan karena merek atau gengsi yang terpampang termasuk sepatu ini, tapi seringkali orang bertanya tentang merek dan toko sepatu. Gua tidak bisa menjawab mereknya, gua hanya tahu toko tempat sepatu ini dijual. Tidak lupa sweeter abu-abu bertuliskan kawah putih yang belakangan jadi favorit, karena travelling terakhir ke kawah putih, karena cuma sweeter itu yang warnanya masih bagus sampai ada sweeter lain barulah gua akan ganti favorit. 

Gua menuju spion motor berkaca sebentar mengelap bagian wajah yang berminyak, lalu tersenyum membuktikan jika gua juga punya senyuman yang manis. Semua sudah siap, saatnya menunggu angkot ping diseberang jalan. Angkot ping D09 sudah datang ada beberapa penumpang, anak SMA, pegawai wanita dan 2 pria berjaket. 'D' sebagai identitas depok kelihatannya begitu karena semua angkot depok berawalkan huruf D. Warna ping itu yang unik, karenanyalah jadi menarik. Biasanya angkot berwarna biru, biru langit, merah, tapi hanya disini setau gua ada angkot berwarna ping. Kalau pagi hari angkot D09 ke arah terminal depok banyak sekali lalu lalang, alasannya sederhana karena banyak orang yang berangkat kerja. Jika sore dari terminal depok yang banyak lalulalang, alasannya karena orang-orang pulang kerja.

Hanya perlu waktu 15-20 menit untuk sampai di terminal depok yang bersebelahan dengan ITC depok, berseberangan dengan Plaza Depok, didepan Stasiun kereta Depok baru. Tempat terakhir yang menjadi tujuan gua, gua mau ke jakarta dengan kendaraan yang tidak terjebak kemacetan pagi hari tapi murah meriah. Dari depan ITC depok butuh waktu 4-5 menit berjalan kaki ke stasiun, hitung-hitung olahraga. Dunia kereta api kini sudah berubah, stasiun sudah rapi semua, tidak lagi ada orang-orang yang naik diatap kereta. Penumpang sadar akan pentingnya gerbong wanita, terutama kesadaran sosial akan bangku prioritas. Nampaknya indonesia akan jadi negara yang cerdas, nanti... Semoga saja. Amien.

"Kalibata." Gua ke loket memberikan uang 12rb, 10rb sebagai jaminan, dan 2rb biaya tiket. Murah bukan? Jika harus menggunakan angkot sampai ke pasar minggu mungkin kena biaya 7-9rb ditambah dapat bonus macet yang menyiksa batin. Kalau menggunakan go-jek atau aplikasi lainnya bisa sampai 75rb jika tarif normal itupun tidak sampai lokasi tujuan, masih harus tambah lagi. Kereta hanya 2rb rupiah, sampai tepat waktu pula. Tiket yang berbentuk seperti kartu ATM digunakan sebagai pembuka pintu otomatis untuk masuk stasiun dengan cara menempelkan pada layar yang tertera dibagian pintu masuk stasiun. Canggih, lumayan canggih. Harus bangga dengan perkeretalistrikan(karena sudah tidak pakai api) indonesia yang sudah maju. 

Pemandangan luar biasa untuk pagi ini, kereta pertama datang. Orang-orang berhimpit-himpitan tak ada lagi celah untuk gua masuk, harus sedikit bersabar. Hanya satu ini kurangnya, mereka dari arah bogor yang akan berangkat kerja ke jakarta menggunakan kereta membludak dan belum ada cara yang bisa menangani masalah ini. Begitu pula sebaliknya di sore hari, setiap kali orang pulang kerja, maka kereta akan sesak bahkan semutpun sulit lalulalang.

Kereta kedua datang, gua mengambil posisi depan dari beberapa baris antrian. Belajar dari sebelumnya jika gua berada dibelakang maka tak ada kesempatan untuk masuk. Gua langsung masuk namun terdorong-dorong, hanya pasrah yang bisa gua lakukan kala terdorong-dorong. Kini gua terhimpit diantara banyak orang, berbagai aroma mengalir, orangtua didekat gua mungkin seprang perokok berat karena tiap kali dia bernafas aroma mulut tak sedap yang bercampur tembakau berhembus. Gua berdoa semoga kereta cepat sampai, agar gua terbebas dari aroma tak sedap.

Ada 6 stasiun yang harus dilalui untuk sampai ke kalibata stasiun Pondok cina, UI, Lenteng Agung, Tanjung Barat, Pasar Minggu, Pasar Minggu Baru, dan sampailah di kalibata. Ada kejadian lucu di stasiun UI, seorang pria muda dengan santai berkata,

"Misi permisi mbak.. Maaf permisi." Karena rambut gondrong gua yang jika dari belakang terlihat seperti wanita, dia memanggil gua mbak, saat gua berpaling. Wajahnya tercengang kala melihat janggut dan kumis yang tersusun diwajah orang yang dia panggil mbak. Dengan malu dia melengos terburu-buru melalui himpitan orang banyak. Itu hanya kejadian lucu, lupakan kadang memang gua tertawa dalam hati jika ada kejadian yang sama. 

Sampai juga dikalibata, hanya butuh waktu sekitar 30 menit untuk sampai. Keluar dengan tiket, menguangkan kembali tiket diloket dan angkot 16 menuju kampung melayu adalah kendaraan terakhir yang harus gua naiki untuk sampai dicipinang karena umam dan ka kholik ada disana. 

Adzan subuh berkumandang, gua sudah membuka mata seperti biasanya. Alarm keras di Hp membuat gua terbangun sesuai keinginan, mengambil air wudhu, shalat subuh lalu berkemas membawa barang-barang yang mungkin akan gua butuhkan nanti saat ke jogja, sarung, satu kemeja untuk acara Training Jurnalistik PENA di jogja, satu celana levis untuk celana ganti selama 4 hari rencana di Jogja, beberapa celana dalam, celana pendek, 3 kaos untuk baju ganti tidak lupa memasukkan buku catatan dan pulpen kedalam ransel yang belum pernah gua ganti sejak 2 tahun belakangan yang cuma seharga 40ribu, beli di toko depan rumah. 

Setelah semua barang masuk ke dalam tas, waktunya mandi. Browsing lokasi merupakan ilmu baru yang gua dapatkan secara tidak sengaja baru saja terpikirkan saat mandi tadi. Perjalanan jogja sudah direncanakan sejak sebulan yang lalu kala berkumpul dengan teman-teman futsal dan beberapa hari sebelumnya gua baru masuk ke grup PENA (Penulis Muda Nusantara), PENA akan mengadakan acara Training Jurnalistik di Jogja tepatnya di UIN Sunan Kalijaga. Dari sanalah muncul ide untuk mengikuti kegiatan tersebut, pertama untuk membangun diri gua yang telah lama tertidur dengan mimpi gua yang ingin menjadi seorang penulis dan yang kedua gua ingin kembali menikmati kota jogja yang 5 tahun lalu gua kunjungi namun tidak banyak gambar kenangan yang gua miliki. 

Saat itu gua putuskan untuk mengajak teman-teman, 3 orang teman sepakat untuk berangkat bersama gua ke Jogja, mereka adalah Ka wahyudi yang dulunya merupakan pembimbing gua saat masih SMP di SMP Boarding Al-Qalam Jakarta, yang kedua adalah Ka Kholik guru Komputer saat di SMP yang sama, dan yang terakhir Khotibul Umam teman sekelas saat SMP. Sejak dulu sudah terkenal sebagai ahli komputer diantara teman lainnya. Sayang dulu dia sempat mengenalkan kami pada dunia hitam yaitu dunia pornografi tapi kini dia telah bertobat dan jadi seorang design grafis untuk banyak lembaga terutama untuk lembaga Pos Da'i, untuk teman yang satu ini mungkin butuh ulasan yang sedikit panjang. 

Dia merupakan pendukung fanatik liverpool klub inggris yang beberapa tahun belakangan terpuruk, turun kasta dari 4 besar penguasa liga inggris sejak berpuluh-puluh tahun yang lalu. Setiap kali ada nonton bareng liverpool maka saat itu juga kalian akan menemukan dia berada disana. Kami sempat berpisah saat SMA umam sekolah di Magelang, sedang gua masih di jakarta. Tapi saat lulus kami bertemu lagi. Magelang, kota kelahiran umam maka dari itu kami mempercayakan perjalanan ini pada dia. Hanya saja kelihatannya kami tidak bisa bergantung pada umam karena orangtuanya sedang sakit saat tiba di jogja nanti rencananya dia akan langsung kembali ke magelang. Gua sudah browsing dan bertanya-tanya pada teman-teman tentang harga penginapan dan juga sewa motor selama nanti di jogja hanya saja belum ada satupun yang gua hubungi untuk memastikan penginapan. Rencana akan kami bicarakan di kereta nanti. 

Seminggu sebelum berangkat ke jogja ka wahyudi membatalkan rencana karena beberapa alasan. Tinggallah kami bertiga yang berangkat, tiket gua pesan via online pembayarannya melalui minimarket. Gua sengaja mencari tiket kereta ekonomi yang murah meriah tiket berangkat 80rb/orang dan tiket pulang 75/orang. Umam hanya pesan tiket berangkat saja, sedang pulangnya dia berencana naik bis. 

Gedoran rolling door sebagai tanda counter buka membuat gua segera beranjak dari depan laptop. Mengeluarkan dua motor, merapikan etalase handphone, waktu menunjukkan pukul 06.30. Counter selalu buka di jam yang sama dan tutup pada 21.30, ini adalah counter milik abang gua. Dia mungkin abang paling sukses karena bisa menggapai apa yang dia inginkan sesuai rencana yang dia buat. Luar biasa! Seringkali gua angkat topi dan belajar banyak darinya tentang kesuksesan.

Setelah semuanya beres gua mengambil ransel. Memakai sepasang sepatu kulit kw yang sudah lusuh sedikit koboi berwarna coklat, usianya lebih tua dari ransel yang gua pakai. Sudah tampak beberapa lem yang renggang tapi gua tetap memakainya karena dia telah menemani gua kebanyak perjalanan. Gua menyukai suatu barang karena pas dipakai bukan karena merek atau gengsi yang terpampang termasuk sepatu ini, tapi seringkali orang bertanya tentang merek dan toko sepatu. Gua tidak bisa menjawab mereknya, gua hanya tahu toko tempat sepatu ini dijual. Tidak lupa sweeter abu-abu bertuliskan kawah putih yang belakangan jadi favorit, karena travelling terakhir ke kawah putih, karena cuma sweeter itu yang warnanya masih bagus sampai ada sweeter lain barulah gua akan ganti favorit. 

Gua menuju spion motor berkaca sebentar mengelap bagian wajah yang berminyak, lalu tersenyum membuktikan jika gua juga punya senyuman yang manis. Semua sudah siap, saatnya menunggu angkot ping diseberang jalan. Angkot ping D09 sudah datang ada beberapa penumpang, anak SMA, pegawai wanita dan 2 pria berjaket. 'D' sebagai identitas depok kelihatannya begitu karena semua angkot depok berawalkan huruf D. Warna ping itu yang unik, karenanyalah jadi menarik. Biasanya angkot berwarna biru, biru langit, merah, tapi hanya disini setau gua ada angkot berwarna ping. Kalau pagi hari angkot D09 ke arah terminal depok banyak sekali lalu lalang, alasannya sederhana karena banyak orang yang berangkat kerja. Jika sore dari terminal depok yang banyak lalulalang, alasannya karena orang-orang pulang kerja.

Hanya perlu waktu 15-20 menit untuk sampai di terminal depok yang bersebelahan dengan ITC depok, berseberangan dengan Plaza Depok, didepan Stasiun kereta Depok baru. Tempat terakhir yang menjadi tujuan gua, gua mau ke jakarta dengan kendaraan yang tidak terjebak kemacetan pagi hari tapi murah meriah. Dari depan ITC depok butuh waktu 4-5 menit berjalan kaki ke stasiun, hitung-hitung olahraga. Dunia kereta api kini sudah berubah, stasiun sudah rapi semua, tidak lagi ada orang-orang yang naik diatap kereta. Penumpang sadar akan pentingnya gerbong wanita, terutama kesadaran sosial akan bangku prioritas. Nampaknya indonesia akan jadi negara yang cerdas, nanti... Semoga saja. Amien.

"Kalibata." Gua ke loket memberikan uang 12rb, 10rb sebagai jaminan, dan 2rb biaya tiket. Murah bukan? Jika harus menggunakan angkot sampai ke pasar minggu mungkin kena biaya 7-9rb ditambah dapat bonus macet yang menyiksa batin. Kalau.menggunakan go-jek atau aplikasi lainnya bisa sampai 75rb jika tarif normal itupun tidak sampai lokasi tujuan, masih harus tambah lagi. Kereta hanya 2rb rupiah, sampai tepat waktu pula. Tiket yang berbentuk seperti kartu ATM digunakan sebagai pembuka pintu otomatis untuk masuk stasiun dengan cara menempelkan pada layar yang tertera dibagian pintu masuk stasiun. Canggih, lumayan canggih. Harus bangga dengan perkeretalistrikan(karena sudah tidak pakai api) indonesia yang sudah maju. 

Pemandangan luar biasa untuk pagi ini, kereta pertama datang. Orang-orang berhimpit-himpitan tak ada lagi celah untuk gua masuk, harus sedikit bersabar. Hanya satu ini kurangnya, mereka dari arah bogor yang akan berangkat kerja ke jakarta menggunakan kereta membludak dan belum ada cara yang bisa menangani masalah ini. Begitu pula sebaliknya di sore hari, setiap kali orang pulang kerja, maka kereta akan sesak bahkan semutpun sulit lalulalang.

Kereta kedua datang, gua mengambil posisi depan dari beberapa baris antrian. Belajar dari sebelumnya jika gua berada dibelakang maka tak ada kesempatan untuk masuk. Gua langsung masuk namun terdorong-dorong, hanya pasrah yang bisa gua lakukan kala terdorong-dorong. Kini gua terhimpit diantara banyak orang, berbagai aroma mengalir, orangtua didekat gua mungkin seprang perokok berat karena tiap kali dia bernafas aroma mulut tak sedap yang bercampur tembakau berhembus. Gua berdoa semoga kereta cepat sampai, agar gua terbebas dari aroma tak sedap.

Ada 6 stasiun yang harus dilalui untuk sampai ke kalibata stasiun Pondok cina, UI, Lenteng Agung, Tanjung Barat, Pasar Minggu, Pasar Minggu Baru, dan sampailah di kalibata. Ada kejadian lucu di stasiun UI, seorang pria muda dengan santai berkata,

"Misi permisi mbak.. Maaf permisi." Karena rambut gondrong gua yang jika dari belakang terlihat seperti wanita, dia memanggil gua mbak, saat gua berpaling. Wajahnya tercengang kala melihat janggut dan kumis yang tersusun diwajah orang yang dia panghil mbak. Dengan malu dia melengos terburu-buru melalui himpitan orang banyak. Itu hanya kejadian lucu, lupakan kadang memang gua tertawa dalam hati jika ada kejadian yang sama. 

Sampai juga dikalibata, hanya butuh waktu sekitar 30 menit untuk sampai. Keluar dengan tiket, menguangkan kembali tiket diloket dan angkot 16 menuju kampung melayu adalah kendaraan terakhir yang harus gua naiki untuk sampai dicipinang karena umam dan ka kholik ada disana. Waktu menunjukkan jam 8 pagi, saat gua tiba di asrama yang selalu terasa menjadi rumah untuk gua, rumah yang pernah lama gua tinggali bersama teman-teman yang tidak pernah berhitung tentang uang dan hari.

“Ngapain yan?” Sahroji dengan mio putihnya baru datang entah dari mana.

“Gua nungguin ka Kholik sama Umam.”

“Mau kemana? Umam ada di 14 kalau ka Kholik gatau.” 11 adalah lokasi asrama sedangkan 14 merupakan lokasi perkantoran untuk banyak lembagai milik Ormas Hidayatullah mulai dari Dewan pimpinan pusat, Majalah Syahid, Pos Da’I kantor umam, juga SMP Al-Qalam sekolah gua dulu.

“Yaudah kalau gitu anterin gua dulu ke Pojok, ngopi-ngopilah kita.” Pojok merupakan lokasi Favorit untuk kami melakukan pertemuan, disana terdapat warung sunda dengan tempat duduk sebagiannya dari anyaman bambu berada di jalan buntu, dengan suasana yang nyaman karena terdapat banyak pohon besar yang rindang.

Beberapa tahun yang lalu pojok merupakan tempat favorit kami, karena pojok selalu ramai oleh teman-teman untuk sekedar duduk minum kopi atau main Playstation bersama, tapi perlahan semua hilang luntur, sebagian teman-teman ada yang menikah, ada yang kembali ke kampong halaman mereka menyerah di rantauan, ada juga dengan alasan menjaga orang tua. Tinggalah beberapa dari kami yang masih menjaga pojok agar tetap hidup dari sini ada banyak cerita yang tercipta. Kost-kostan yang berada di pojok kini diisi oleh para kawan TKI dari Lombok yang akan berangkat ke Arab Saudi. Jumlah kawan TKI hampir 20 orang mereka menempati empat kamar kost di pojok. Kawan TKI juga tidak ada yang bertahan lama di pojok setiap beberapa sebulan sekali selalu ada yang datang dan pergi, tapi kami tetap menjalin pertemanan melalui media sosial dengan para kawan dari Lombok yang berangkat ke Saudi.

Gua menyalakan handphone kemudian mengirimkan pesan whatapp ke umam dan ka kholik agar mereka segera ke pojok, sarapan dulu sebelum berangkat ke jogja. Makan di kereta tidak akan senyaman di warung pojok, pojok yang telah memberikan banyak cerita persahabatan untuk kami.

“wah lama banget ditungguin dari jam 7 juga.” Gua selalu berbual untuk membuat orang lain merasa sudah membuat gua menunggu lama.

“Apaan whatappnya aja ini jam 8.20 ini baru 8.25, gua jalan dari rumah makanya baru sampe.” Ka kholik baru tiba dipojok, rumah ka kholik di jati asih. Memakan waktu 30 menit dari cawang, tidak terlalu jauh. Ka kholik adalah guru computer saat gua masih SMP, dan dia juga pernah menjadi atasan gua kala masih bekerja di Islamic Medical Service, lembaga yang bergerak dibidang kesehatan. Gua dan ka kholik pesan makan sedangkan roji hanya pesan susu hangat, kami masih menunggu umam.

Beberapa menit kemudian dari kejauhan terlihat wajah umam, seorang teman yang pernah gagal dalam mengikuti audisi pencarian bakat untuk menjadi seorang stand up komedi, tapi rasa percaya diri  yang dia miliki sudah berhasil membuat gua merinding karena berada didepan orang banyak bukan hal mudah.

“aku di 14 ga kemana-mana malah disuruh kesini.” Gerutu umam saat baru tiba.

“iya biar lu sarapan mam, nanti dijalan laper lagi. Di kereta kan makanannya mahal sama dapetnya dikit, makan dulu disini buat stock 3 hari.” Gua menjawab gerutuan umam dengan candaan.

“Lu kira gua apaan? Stock 3 hari, sekalian 3 taun.” Kami tertawa bersama. Warung masih terlihat sepi, tapi sebentar lagi pasti akan ramai oleh para sales yang menjadikan warung pojok sebagai base camp mereka.

Selesai sarapan kami langsung menuju 14 menunggu umam merapikan barang bawaannya, gua memesan Go-jek. Menggunakan Go-jek akan memudahkan perjalanan, kami tidak perlu berjalan keluar menuju jalan raya untuk berpanas-panasan menunggu angkot, Go-jek langsung meluncur ke tempat kami berada. Menggunakan Ojek dan transportasi berbasis online kini sedang booming apalagi sebelumnya diberikan promo 15ribu kemana saja, namun manusia tetaplah menggunakan sesuatu berdasarkan kebutuhan. Go-jek tiba beberapa menit kemudian gua lebih memilih menaiki motor matic karena motor matic lebih simple karena gua juga terbiasa dengan memakai motor matic untuk kegiatan sehari-hari.
“Mas, masnya kerja di Hidayatullah?” Driver Go-jek membuka pembicaraan di tengah perjalanan menuju stasiun pasar senin.

“Tidak pak, saya dulu pernah menjadi santri disana, pernah bekerja diyayasan dibawah naungan hidayatullah, pernah dibagian kesehatan di bawah naungan hidayatullah juga. Tapi sekarang sudah tidak, tapi kalau memang ada waktu saya selalu kembali kesana, karena saya besar disana. Ada kenangan yang tidak bias ditinggalkan pak, atau mungkin jadi masa depan yang harus saya bangun.” Gua menjawab dengan jujur sedikit curhatan akan suasana hati. Gua ingin terus berada didalam Hidayatullah untuk membesarkan nama Hidayatullah, tapi gua tidak sehebat itu. Gua masih belum mam[u menjalan agama sesuai dengan apa yang telah Rasulullah ajarkan.

“Oh gitu, saya senang melihat hidayatullah. Ketika saya masih dipapua da’I hidayatullah itu benar-benar menunjukkan sebuah kerja yang nyata mereka benar-benar masuk ke pedalaman untuk berdakwah, saya selalu berlangganan majalah yang mereka tawarkan. Mereka luar biasa.” Sesuai dengan kenyataan yang terjadi apa yang disampaikan sang driver.

“Luar biasa ya pak, pengalaman bapak. Saya sedang berusaha untuk sampai ke papua pak, ke raja ampat. Saya sangat menyukai suatu keindahan, raja ampat adalah surga papua yang harus saya datangi suatu saat nanti.” Gua memang memiliki keinginan untuk sampai ke papua, cita-cita. Petualangan bawah air sepertinya selesai jika sudah sampai di raja ampat yang selalu gua bayangkan.

Hanya perlu waktu 25 menit kami sudah sampai di stasiun pasar senen membayar 15ribu saja, murah bukan? Pasar senen jadi stasiun favorit setiap kali gua berangkat keluar kota, aksesnya yang mudah dari cawang dan malas mencoba distasiun lain sudah terlanjur nyaman berangkat dari pasar senen menjadi alasan. Selamat tinggal Jakarta untuk beberapa hari, gua akan meninggalkan kepenatan ibukota sementara, kepenatan karena macet tidak pernah teratasi, banjir yang mustahil usai, kemiskinan yang tak berakhir, hiruk-pikuk kesibukan yang tidak pernah ada jeda. Orang-orang bekerja siang-malam hanya untuk kebutuhan dalam sebulan dan pekerjaan kadang tidak kenal kompromi, kadang belum sebulan uang gajian sudah habis, lalu mereka harus mencoba mencari hutangan, tutup lubang gali lubang di kehidupan ibukota sudah biasa, Jakarta keras bagi mereka yang tidak memiliki kemampuan lebih. Mereka yang cerdas dalam  memanage keuangan dan waktulah yang berhasil diibukota, satu hal yang pasti lagi kesibukan mereka telah membuat mereka lupa jika hidup perlu refreshing dengan berlibur ke tempat yang tenang, membuat diri bersantai sejenak, yang terpenting adalah mengingat tuhannya yang maha pengasih lagi maha penyayang. Seringkali kalimat terakhirlah yang terlewatkan oleh masyarakat ibukota karena menganggap terlalu serius kehidupan yang sebenarnya tidak terlalu sibuk untuk bersujud beberapa menit saja, meluangkan waktu untuk suatu kebutuhan jadi begitu berat karena kesibukan yang tidak terlalu sibuk.

Bersama umam gua tiba lebih dulu distasiun, kami langsung masuk ke tempat cetak tiket. Beberapa saat setelah mencetak sendiri tiket di tempat yang telah disediakan stasiun ka kholik datang menyusul.

“Go-jek gua kaya keong,” sambil tertawa, terlihat gigi putihnya diantara kulit gelap.

“bagus dong, kan safety.” Gua menimpali dengan senyuman keluhan kecil ka kholik karena tertinggal. 

"beli snack dulu biar didalam nanti ga kelaparan." Saran Kak Kholik, bersama umam gua langsung masuk ke minimarket stasiun memilih snack dan minuman dingin lalu meluncur ke kasir, 
"beli tiga gratis satu lho mas." ujar kasir cantik di hadapan gua, pada dua minuman jeruk yang gua pilih. Dengan sigap tangan gua mengambil dua botol minuman lagi. 

Kami kemudian menuju ke pintu masuk keberangkatan. Gua akui semakin hari Indonesia semakin maju untuk system transportasi publik, menggunakan kereta sebagai kendaraan untuk pulang kampung atau berpergian ke jawa jadi lebih nyaman dibanding beberapa tahun yang lalu saat dimana kami membeli tiket murah namun harus berdesak-desakan tidak ada tempat duduk pasti, semua duduk random. Ada yang berada ditempat duduk, dilantai, di kamar mandi, bahkan di atap. Ada yang duduk dengan beras, dengan ayam, dengan berjuta aroma tak jelas. Kini semua telah berubah, kenyamanan yang luar biasa. 

Kami menyerahkan KTP dan tiket ke petugas untuk diperiksa, setelah itu gua berjalan menuruni tangga, melalui lorong menuju jalur keberangkatan ke jawa. Sambil menunggu kereta datang, ada baik ke kamar kecil agar dalam perjalanan tidak mondar-mandir meski ada toilet didalam kereta namun goncangan dalam perjalanan akan membuat rasa tidak nyaman. Setelah beberapa menit di kamar kecil kereta tiba setengah berlari gua masuk ke dalam kereta menuju gerbong 4 di bangku 20abc, sesuai yang tertera ditiket. Barang yang tertinggal pasti akan dibawakan oleh teman-teman, benar saja saat gua tiba ditempat duduk mereka juga datang dengan menenteng barang-barang. Gua memberikan senyuman setengah meledek kepada mereka yang mulai menunjukkan wajah pamrih canda karena harus membawa barang milik gua yang agak berat.

“oke terimakasih.” Gua mengambil barang dari tangan kak Kholik.

“ga sopan lu sama orang tua.” Ucap ka Kholik yang pernah menjadi guru Komputer saat gua masih duduk dibangku sekolah menengah pertama.

“Iya tapi ini orang tuanya yang baik bukan guanya yang ga sopan.” Gua ngeles dari tuduhan yang ka Kholik berikan. Kami selalu menyisipkan tawa pada tiap obrolan. Gua menyusun barang bawaan kami, sesekali gua memindahkan barang orang lain yang diletakkan bukan pada tempatnya, setiap tempat duduk sudah dapat jatah tempat barang masing-masing jadi jika ada barang milik orang lain yang ditempatkan di wilayah gua, ada hak untuk mengambilnya kembali.

Dua gadis cantik duduk dihadapan gua, diselingi satu pria. Tampaknya mereka adalah mahasiswa yang baru selesai travelling. Menyenangkan jadi mereka menghabiskan waktu bersama, menyusun cerita. Gua juga pernah melakukan hal yang sama dengan teman-teman dikampus, itu memang menyenangkan. 

Seperti biasa suasana canggung jelas terasa diantara kami berenam. Mereka bertiga asyik dengan obrolan perjalanan mereka sementara kami sama. Gua tidak suka dengan suasana seperti ini, 
"kalian pulang travelling ya, darimana kalau boleh tau?" tiba-tiba gua masuk ke obrolan mereka bertiga yang ditanggapi dengan wajah bingung, kenalan saja belum tapi gua tib-tiba langsung ngajak bicara. 

"oo iya, kami dari singapore, ngisi liburan kuliah aja." Jawab si lelaki, gua tidak suka bertanya tentang nama, karena sesampainya kereta ini kecil kemungkinan untuk berjumpa lagi. 

"berapa biayanya ya suatu saat saya mau kesana. Kalau dapat kisi-kisikan jadi gampang buat nyusun rencana. " Ada wajah tidak senang atau sedikit meremehkan dari tiga orang tersebut mendapati pertanyaan gua. 

"gausah dijawab mas, dia emang suka gajelas. Sok kenal lagi hahaha" dengan gembiranya ka Kholik meledek gua. Diikuti oleh tawa mereka bertiga, gua harus berterimakasih pada kak Kholik yang berhasil mencairkan suasana. Setelahnya kami bertukar obrolan tentang kuliah dan perjalanan, perlahan kami mulai nyambung dan mereka mulai menerima candaan dari gua. 

Sesampai di cirebon gua menyadari jika pria yang ada dihadapan gua berdandan sama, baju biru dongker polos dan celana jeans dengan warna sama. Dandanan yang sama ini buat gua salah tingkah, lebih baik gua menyingkir dari obrolan. Pergi ke lorong kereta bagian belakang coba cari makanan berat untuk mengisi perut yang tidak lapar-lapar benar. 

"ada apa aja mas?" gua bertanya pada si penjaga diikuti lirikan beberapa orang yang sudah berada ditempat yang sama, lalu kembali menyantap hidangan mereka. Penjaga yang ramah menyodorkan daftar menu. Nasi goreng tampaknya menarik. 

"sebentar saya hangatkan dulu ya mas." ujar penjaga. Gua memperhatikan cara dia menghangatkan nasi goreng instant itu. Nasi yang sudah ada lalu didalam box nasi diketakkan daging bulat-bulat didalam plastik, sambal yang juga didalam plastik, dengan masih menggunakan plastik masing-masing semuanya dimasukkan oven. Lima menit kemudian dikeluarkan, gua harus merogoh kocek sebesar 26ribu hanya sekepal nasi goreng. Dalam perjalanan harga tidak pernah jadi masalah. Tapi dari prosesnya membuat gua hilang selera. 

Gua buka plastik sambal dan daging lalu gua campur jadi satu didalam box nasi. Suapan pertama rasanya sudah mencurigakan, 
"mam join mam?" gua menawarkan umam untuk makan bersama. 

"enggak ting, gua yang penting ngopi." sambil mengangkat gelas plastik berisi kopi. Suapan selanjutnya tetap gua lanjutkan meskipun rasanya sangat aneh dilidah. Sampai gua habiskan tak tersisa, minuman yang tersedia hanya pepsi. Mau tak mau gua harus minum pepsi padahal sudah lama gua tidak minum-minuman bersoda. 

Perut gua terasa mual setelah menyantap habis nasi goreng instant tadi. Gua ke kamar mandi mengambil wudhu, kebetulan gua belum shalat zuhur dan ashar. Menunggu kereta berhenti rasanya tidak mungkin, karena gua tidak tau waktu terlama kereta singgah pada satu stasiun. 

Gua kembali ke tempat duduk kemudian ada rasa canggung saat akan shalat karena ada dua wanita dihadapan gua. 

"kenapa ting? Mau shalat?" Tanya Umam, kawan gua yang satu ini memang terkenal bocor. Dia pernah ikuy stand up tapi diusir keluar oleh om Indro karena tidak lucu. 

"Oh masnya mau shalat, yaudah kami kedepan aja sebentar sampai masnya selesai." Ujar salah seorang gadis, sambil menarik kedua sahabatnya. Alhamdulillah, satu waktu umam yang bocor ini juga bermanfaat kebocorannya. Kak kholik juga menyingkir keluar memberi gua ruang untuk shalat. Gua shalat mengikuti arah kereta berjalan, ilmu agama gua yang sedikit ini seperti pernah membaca atau mendenger aturan shalat dalam perjalanan. Jika tidak tahu kiblatnya maka ikuti saja arah kendaraan yang berjalan. Selesai shalat hati tenang. 

"Gantian," Kak kholik yang wajah tampak basah belum shalat juga. Gua keluar dari tempat duduk ke sambungan gerbong tempat umam sedang bersantai sambil menghisap tembakau. Gua tidak suka dengan asap tembakau tapi jika teman-teman yang menghisapnya bagaimana hendak melarang. Hal masuk akal paling sebisa mungkin tidak menghirupnya. 

Kami kembali pada posisi duduk awal, mereka bertiga juga kembali ke tempat duduk. Setelah shalat tadi wajah mereka tampak aneh, seperti hendak bertanya tapi canggung membuat gua melakukan hal yang sama. Umam asyik dengan handphonenya, 'cekrek, cekrek'. Kami berenam tertawa mendengarnya, 

"Eh situkan laki, kalau mau selfie matiin dulu suara handphonenya. Kan jadi ketauan." Gua mengomentari tingkah umam. Suasana menjadi cair karena tingkah bodoh umam, sempat-sempatnya dia selfie saat kami sudah mulai jenuh didalam kereta. Semua tertawa bahkan orang-orang yang duduk diseberangpun melempar senyum, menahan tawa melihat tingkah umam. Soalnya wajahnya lucunya itu tidak cocok selfie-selfie.

"iya ting lupa dimatiin. Jadi malu aku, kamera belakang gua rusak jadi percuma kalau minta potoin." jawab Umam sambil menutup kedua wajahnya dengan kedua tangan lalu menggoyang-goyangkan kepala. Kami kembali tertawa menyaksikan tingkah umam. 

"Masnya kerja apa?" Pria didepan mulai menyapa dan pergi dari kecanggungan

"saya kuliah belum kerja, lagi mau cari tapi belum ada yang nerima-nerima." Gua menjawab setengah bercanda. 

"Terus ke jogja mau ngapain?" Tanya salah seorang gadis. 

"Kita mau ikut pelatihan menulis, pengen bisa nulis gitu biar jago kaya orang-orang." Gua jawab lagi dengan menyisipkan canda, jika bicara gua sulit serius kecuali pada moment tertentu. Mereka menyambut jawaban gua dengan tawa ringan. 

"Eh iya mas, rambutnya asli." tanya seorang gadis manis berkerudung dari bangku dibalik tempat duduk dihadapan kami, dia juga merupakan sahabat ketiga orang dihadapan kami. Pertanyaan gadis itu langsung dijawab dengan jambakan dari kak kholik yang disambut tawa oleh mereka semua. Rambut keriting gua yang menjurus ke kribo ini memang jadi perhatian banyak orang. Gua bukan ingin menonjol tapi gua suka melihat rambut ini dikaca karena tidak setiap orang punya, lagipula jika mengambil gambar saat travelling hasil gambarnya seperti punya nilai lebih. 

Kami semakin akrab meski tidak mengenal nama, obrolan ringan ditambah tawa disela-selanya buat beberapa gadis yang bertanya tentang rambut gua ikut ke dalam obrolan. Tanpa terasa tidak lama lagi kami akan sampai. 

"Mas-mas lupa dia mau kenalan sama mas. Siapa tau ada nomor handphone atau apa gitu." Salah seorang gadis menunjuk temannya yang tidak lain gadis yang sejak tadi bertanya dan memperhatikan rambut gua. Gua jadi salah tingkah, godaan seperti ini selalu buat gua kalah. 

"Boleh follow aja IG aku di Om underscore Kribo. Nanti di follback deh." Padahal gua ingin to the point dengan bertukar nomor handphone, gadis itu cantik dan manis. Boleh juga, tapi gua sudah terlanjur salah tingkah. Ada sesal dengan jawaban itu. 

"Noh follow tuh, namanya dia desi mas." Jawab sahabatnya lagi, gadis itu tidak berani lagi menunjukkan wajah. Hanya menjawab dari balik kursi saja, dengan suars malunya. 

"oke salam kenal desi." Gua menjawab, tidak lama kereta terhenti. Kenapa malah diakhir kami akrab coba sejak awal, mungkin gua bisa dapat nomor handphonenya. Wanita selalu buat gua lemah. Kami keluar, kemudian berpisah. Kami saling melempar lambaian perpisahan, ya selamat tinggal desi yang gua sesali tak bisa memiliki nomor handphonenya. Kecil kemungkinan dia mau men search instagram gua. Lupakan! 

"Nyeselkan lu, lu sih pake jaim segala. Coba sikat hem nambah gebetan di jogja. Sok ganteng sih lu." Kak kholik bisa baca isi hati gua, sial!! 

"Biasa aja kali om. Gua ma ga nyesel-nyesel amat." Nada awal seperti gagah yang gua akhiri dengan suara seperti tangis tanda gua memang menyesal. Ekspresi gua buat kami tertawa lagi, desi yang terlewatkan. 

Sekarang waktunya menelpon bang Baasyir, penyedia rumah tempat kami akan bertamu selama beberapa hari. Dia belum muncul, juga tapi whatsapp terakhirnya dia sudah jalan menuju lempuyangan. 

"mam selesai pelatihan kita dirumah lu aja ya nginepnya. Sambil jalan-jalan kan lu deket ama borobudur." Gua coba melobi umam untuk dapat tempat menginap gratis. 

"tapi tanggung besok sore gua balik lagi ke jakarta pake bis. Gua cuma. Jenguk bokap doang lagi sakit. Soalnya minggu kan ada pertandingan liverpool." Ya dari nobar itulah umam dapat uang, dia hebat dalam desain gambar yang dimanfaatkan untuk mencetak poster, stiker, baju, dan merchandise lainnya yang dia jual setiap kali ada pertandingan liverpool. Kalau sudah urusan nobar liverpool kami tidak bisa membantah umam. 

Sambil menunggu bang Baasyir, gua dan kak kholik mencari tempat penyewaan sepeda motor disekitar stasiun agar kami tidak kesulitan untuk pergi berkeliling jogja. Tapi hampir semua tempat penyewaan sudah tutup padahal jam baru menunjukkan pukul 20:30, 

"cari apa mas? Ojek atau apa?" Tanya seorang pria paruh baya dari becaknya dengan ramah. 

"Saya mau cari tempat sewa motor pak." Kak kholik yang jawab pertanyaan pria itu. 

"Oke tunggu sebentar saya ada kenalan semoga dia masih bisa menyewakan sepeda motornya. Mau motor biasa atau matic." tanyanya lagi lebih detail. 

"Matic saja pak." gua menjawab, karena motor gua matic jadi gua terbiasa dengan matic dan tidak mau coba yang lain. Lima belas menit kami menunggu dia menghubungi temannya tapi tidak kunjung ada jawaban pasti, perlahan wajah tukang becak itu juga mulai panik dan berkeringat mungkin tidak sudah menawarkan tapi tak kunjung dapat apa yang kami pesan. 

"Okelah pak tidak usah dipaksakan biar kami cari sendiri saja nanti." Gua berpaling dan meninggalkan si Bapak, kami juga lelah malah masih disuruh menunggu, 

"tunggu mas sebentar lagi, ada sepertinya ada." gua hanya melempar lerekan pada kak kholik kemudian serempak menggelengkan kepala kami berlalu. 

"Halo, assalamualaikum bang. Bang Baasyir dimana?" telpon dari bang Baasyir langsung gua jawab dengan cepat. Teman yang sempat tinggal bersama di pesantren jakarta. 

"Oke, oke saya coba cari." Dia sudah berada dipintu keluar penumpang katanya, sambil jalan gua coba melirik sana-sini. Ketemu juga, 

"Bang, bang Baasyir." Setengah berlari gua menghampiri bang Baasyir yang sedang duduk dimotornya. Kami berjabat tangan lama sekali tidak berjumpa, 5 tahun atau lebih. Di masa lalu kita pernah tinggal bersama dan sangat mengerti akan kehidupan di pesantren seperti apa yang membuat solidaritas terbangun begitu kuat. Sehingga jika ada kesempatan berjumpa kami tidak akan menyia-nyiakan moment tersebut. Beruntungnya kami pernah hidup dengan lingkungan sosial yang baik. Bang Baasyir tidak banyak berubah, tubuh kurus cungkringnya dengan jiwa penuh semangat luar biasa. Dia selalu terlihat enerjik sejak dulu, tidak berubah. Kak Kholik juga saling melempar tanya, terlebih kak Kholik dia lebih dekat lagi dengan bang Baasyir karena mereka tinggal satu kamar dulu. Tidak terlalu lama,  kami langsung menghampiri umam yang sedang ngopi di warung sekitar stasiun. Gua mengenalka  bang Baasyir pada umam dan sebaliknya, kebetulan mereka belum pernah berjumpa. Tapi bang Baasyir mengenal Abang ipar umam, salah satu ustadz di POS Dai pesantren. 

"kita tunggu kawan aku satu lagi, dia mau antar kita pulang ke rumah daripada pakai ojek mahal betul, jaraknya juga lumayan." Saran bang Baasyir, pria asli medan ini. Logatnya tidak berubah juga. Beberapa menit kemudian temannya datang, dua motor untuk 5 orang, umam naik dengan teman bang Baasyir sedang gua harus bonceng tiga di motor bang Baasyir. Namanya juga kepepet apapun bisa dilakukan. 

"Kayanya didepan biasanya ada polisi deh." Sebelum sampai lampu merah bang Baasyir mengingatkan. Kak Kholik sudah pakai helm, gua tidak ditambah bonceng tiga akhirnya gua mengalah turun untuk menyeberangi lampu merah. Ini persimpangan luas sekali, gua harus menyebrangi jalan raya sepanjang 70-80 meter lumayan juga dengan barang bawaan serta lalu lalang kendaraan yang ngebut luar biasa. Gua berkeringat, kak Kholik cuma cekikikan saja melihat wajah lelah gua. 

Empat puluh menit kami sampai dirumah bang Baasyir. Menyapa istri serta anaknya yang cantik berusia 4 tahun, pandai sekali bicaranya namun masih malu-malu dengan orang baru seperti kami. 

"Jadi rencananya gimana?" Tanya bang Baasyir, kami sedang lesehan di teras rumahnya. 

"Iya rencananya besok kami mau ke pelatihan kepenulisan di kampus sunan kalijaga, sisanya liburan aja mau liat jogja sampai senin siang. Sedangkan umam pagi besok mau langsung ke Magelang jenguk orangtuanya yang sedang sakit. " Gua jawab sesuai rencana kami. 

"Nah kami perlu sewa motor, katanya teman ada yang sewakan motor 70rb sehari jadi lumayan murah dan juga memudahkan kami untuk bepergian nanti." Kak Kholik menambahkan. 

"Itu motor mahasiswa aja kali mas, mereka mau kayanya nyewain motor apalagi weekend. Mereka ga kemana-mana lumayan buat jajan mereka." Istri bang Baasyir memberi saran. 

"Gimana mau?" Tanya bang Baasyir. Gua dan kak Kholik mengangguk setuju. Bang Baasyir langsung melangkah menuju kontrakan mahasiswa laki-laki, mereka berbincang beberapa saat lalu bang Baasyir kembali. 

"Mereka tidak bisa disewa, katanya mau ada acara kampus." setengah pasrah bang Baasyir mengatakannya. 

"Didepan ada mas tempat sewa motor kayanya iya deh 70rb sehari, eh tapi coba ke Alin siapa tau mereka mau menyewakan motornya." Saran istri bang Baasyir lagi. Bersama bang Baasyir gua menuju kost putri yang berjarak 200 meter dari sini. Sesampai disana, dua gadis cantik sedang duduk-duduk diteras. 

"eh bapak laundry, ada apa pak?" Bang Baasyir ternyata terkenal sebagai pemilik laundry disini, pantas ada spanduk laundry dirumahnya. 

"ini ada kawan dari jakarta, mau sewa motor kalian. Untuk beberapa hari, kalau mau tinggal nego harga aja." Gua memberi senyum termanis pada kedua gadis itu, untuk memberi kesan ramah. 

"Boleh pak, kebetulan kami ga kemana-mana beberapa hari ini lagi juga weekend." Jawab gadis berambut pendek dengan celana sepaha. 

"Oke saya mau sewa 2 atau 3 hari, seharinya 70rb kalian mau?" Gua melemparkan penawaran. Mereka saling memandang, 

"boleh mas, kapan mau dibawa motornya?" Tanya gadis berambut panjang, ini yang namanya Alin. 

"Sekarang kalau bisa." Karena besok pagi kami sudah harus berangkat ke tempat acara pelatihan. Alin kedalam, keluar langsung menyerahkan kunci serta STNK. Gua menerimanya, 

"Oke terimakasih ya. Kalau perlu jaminan, bapak laundry ini jaminannya." Gua memegang kedua pundak bang Baasyir mencairkan suasana, mereka tertawa mendengar ocehab gua, kemudian kami berlalu kembali kerumah. Tampak kak Kholik dan Umam asyik berbincang dengan teman bang Baasyir. 

"cakep, ga perlu jauh-jauh disini ada." Kak Kholik terlihat senang, motor honda beat akan jadi teman untuk beberap hari kedepan. 

"Helmnya emang ada ting?" Tanya kak Kholik

"oh iya. Yaudah pinjem lagi aja ya. Sekalian bayar." Gua langsung meluncur lagi, mereka berdua masih diteras. 

"Eh si mas lagi. Ada apa mas?" Tanya Alin. 

"Saya pinjam helm boleh?" Gua menyampaikan dengan sedikit canggung. Alin tersenyum lalu menyerahkan helm warna pink miliknya. Gua menyambut sekalian menyerahkan uang 140rb.

"Ini saya bayar untuk 2 hari dulu nanti kalau nambah hari, saya bayar diakhir ya nanti." Suara sengaja gua tinggikan agar tampak seperti laki, mereka berdua tersenyum lalu menerimanya. Gua berpaling, 

"Oh iya mas, itu rambutnya Asli?" Tanya teman Alin yang berambut pendek. 

Gua tersenyum mendengar pertanyaannya, 
"boleh coba kalau kamu mau tau," sambil. Menyodorkan kepala, keduanya tertawa geli. Gua langsung meninggalkan mereka yang masih tertawa. 

Semua sudah beres, gua dan kak Kholik langsing keluar mencari makan malam. Kami dapati soto mie setelah melalui jalanan kampung yang sangat sepi. Sekalian ke Atm mengambil uang untuk jaga-jaga karena dikantong hanya tersisa sedikit pegangan. Ternyata perut gua masih terasa mual akibat nasi goreng dikereta tadi, jadilah satu porsi soto mie nganggur tak ada yang menyantap. 

Malam semakin larut, gua numpang kamar mandi untuk wudhu, shalat isya dikamar yang sudah disiapkan oleh tuan rumah. Menganti pakaian, lalu memejamkan mata menghilangkan rasa mual diperut juga melepas lelah. Disela memejamkan mata gua masih mendengar yang lain masih asyik berbincang, gua ingin bergabung. Rasa badan yang mulai kurang seimbang buat gua memilih untuk tidur saja, mengistirahatkannya. Selamat malam jogja!! 























Komentar

Postingan Populer