Sumedang Part 1: Selamat Malam Hawa Dingin

Jalanan itu memberi gua sebuah ketenangan, beban dikepala, penat yang melanda, atau omongan-omongan orang tentang kita. Jika dalam perjalanan semua akan hilang bersama hembusan angin yang berlalu, kiri-kanan jalan yang berisi canda tawa, resah gelisah, sedih dari wajah-wajah orang yang sedang lalu-lalang. Jalan semakin jauh, tebing dengan pepohonannya, sawah, kebun akan jadi pemandangan lainnya yang merasukkan ketenangan sesaat dalam hati.
Mata gua terbuka saat beberapa gedoran yang awalnya pelan mulai jelas terdengar. Mama dan yang lainnya sudah pulang dari jalan-jalan, gua meluncur kedepan membuka kios.
"Ade iyan ga kemana-mana?" tanya abang, gua menggeleng.
"Ade As sama yang lainnya lagi jalan-jalan dulu ke monas. Saya mau ambil ayam aja,  mau dimasak." Abang masuk kedalam. Mengambil bumbu serta ayam, yang akan dijadikan opor sebagai teman dari ketupat. Setelah itu mereka berlalu, gua kembali mengendap didalam toko shalat dzuhur lalu lelap kembali.
Mata kembali terbuka jam 17:30, gua buka handphone melihat beberapa percakapan di grup Whatsapp. Ada satu message dari kak Wahyudi,
'dimana ting?' tanya dia, 'depok om' gua jawab 'sumedanglah, ntar' sejenakngua berpikir dengan ajakannya. 'oke jam berapa om, saya tunggu di juanda depok aja ya,' gua memberi saran agar tidak jauh lagi ke cawang. 'ke stasiun aja, kalau ga kalibata, cawang aja. Paling rabu udsh balik ting. ' kak Wahyudi beri pilihan 'oke'. Gua langsung merapikan beberapa lembar pakaian salin. Gua buka kios, adji sedang nongkrong di warteg pak de diseberang jalan. Gua menuju tempat sama, sambil menunggu kakak dan yang lain datang. Sebotol mizone menemani obrolan kecil kami dengan pak De, idul adha merupakan tema yang tepat. Gua tidak ikut dalam meriahnya penyembelihan hewan qurban karena gua harus jadi satpam kios. Adzan maghrib berkumandang disela obrolan kami, angkot berwarna pink yang datang dari arah raden shaleh berhenti didepan kios. Mereka sudah pulang gua menghampiri, menyerahkan kunci. Shalat maghrib setelah itu berangkat kecawang dengan adji. Gua malas menunggu di stasiun, sekalian mau melihat lapak buat counter kecil-kecilan.
Hanya dikramat jati ada kemacetan, akibat jalan yang tidak terlalu luas serta putar balik kendaraan di depan mall serta pasar kramat jati. Ternyata lapak belum selesai dikerjakan oleh pak Yani grendel belum dipasang. Nampaknya akan molor rencana buka counter.
'udah dimana ting? ' tanya kak wahyudi. 'pojok om' pojok merupakan warung sunda yang berada di jalan buntu yang terdapat Sebuah bundaran kecil ditengahnya ada sebuah pohon besar. 'ke 11 aja' saran kak Wahyudi 'oke' gua jawab sembari meluncur. Ketika sampai di depan SMK, disini banyak kenangan yang gua bangun. Masa putih abu-abu itu buat hati gua rapuh seperti mana sebuah antologi puisi yang sudah tuliskan 'RAPUH' yang buat gua terpuruk begitu lama.
Gua berhenti pada sebuah rumah kecil yang didalam terdapat seseorang tukang service dan seorang lagibyang sedang bersender.
"Assalamualaikum, bang Supri?" Gua langsung masuk kemudian bertanya. Dia nampak bingung karena dia tidak kenal dengan dirinya sedang gua langsung tampak akrab.
"Disuruh bang Yanto maen ke sini bang." Gua membuka perkenalan.
"Oh yanto iya, ya." bang Yanto seorang montir yang akrab dengan gua jaman dulu masih dicawang, gua selalu service motor dibengkelnya.
"Bang Yanto nyaranin saya buat kesini, katanya abang buka service di PGC. Nah saya baru mau buka counter kecil-kecilan sekitar sini. Kalau ada servicesan rencananya mau saya oper ke abang soalnya saya gabisa service." Sebelumnya gua berpikir akan sulit akrab,
"Boleh-boleh, bagus juga itu. Kapan rencananya buka?" Tanya bang Supri, dengan cepat kami akrab. Berbicara banyak tentang dunia handphone, kemudian gua beranjak.
"Oh iya Aku iyan bang. Aku pamit bang,  terimakasih banyak. " Gua sudah menyimpan kontak bang Supri jika suatu saat dibutuhkan. Gua melanjutkan langkah ke Pesantren.
Kak Wahyudi sedang mengemas barang-barang bawaannya. Dia membawa daging qurban untuk dibawa pulang, kami akan berangkat dengan honda city milik Pak Bukhori seorang ustadz yang sukses pada dunia bisnis jasa Biro Haji & Umroh. Dia jadi salah satu inspirasi untuk gua. Seorang yang mengerti agama juga hebat dalam management bisnis juga pengetahuan formal. Beliau tidak memulai bisnisnya dengan mudah, jatuh bangun sempat dia rasakan, bahkan kepahitan juga sempat menyentuh perjalanannya tapi jam terbang telah membuktikan do'a, konsisten dan kerja keras adalah kunci sebuah kesuksesan. Gua ingin jadi seperti dirinya bahkan lebih, tapi ilmu agama gua tak seberapa, gua akan berusaha memperbaikinya sambil berjalannya waktu.
Kak Wahyudi juga merupakan panutan gua, karena dia tidak pernah mengeluh dan mengambil pusing akan permasalahan hidup. Jika orang lain diuji dengan masalah sepele sudah tampak besar dan begitu tersiksa tidak dengan kak Wahyudi dia orang yang humble mudah bergaul, dan tidak memandang orang lain berdasarkan jabatan atau apapun. Sehingga kini banyak orang yang memberikan kepercayaan padanya untuk mengurusi apapun. Hidupnya jadi mudah karena dia menganggap semua itu mudah, beda dengan gua yang mungkin sering mendramatisir sebuah kehidupan yang sebenarnya tidak perlu. Bahkan jika diruntut sejak dulu hingga kini gua tidak pernah menemukan kesulitan dalam kehidupan, Allah begitu menjaga gua sampai hari ini tapi rasa syukur akan nikmat itu seperti berat sekali. Mungkin gua tidak terbiasa dengan kesulitan.
Lupakan, kami sudah jalan dan masuk tol UKI. Sepanjang perjalanan kami membicarakan banyak hal, sampai di KM 39 kami berhenti sejenak untuk mengistirahatkan mobil kata Kak Wahyudi agar tidak panas. Kami menuju Alfamart mengisi meja kosong gua mengambil dingin serta snack, kak Wahyudi hanya air mineral. Lima belas menit kemudian kami lanjut lagi. Malam semakin larut, hujan menemani perjalanan kami. Kak Wahyudi menyadari sejak tadi jalur dari arah bandung padat sekali bahkan nampak tak bisa jalan. Entah sudah berapa kilo, kapan mereka sampai. Ini pengaruh libur panjang, sejak jumat sore sampai senin ini merupakan hari libur orang-orang banyak yang berlibur ke bandung yang terkenal sebagai daerah wisata alam juga wisata kreatifnya. Padat sekali, untung kami baru berangkat jadi tidak menemui kemacetan.
Kami kembali berhenti di rest area sebelum keluar cileunyi untuk mengistihatkan mobil. Waktu sudah tengah malam lewat, perut gua terasa lapar. Melihat sop daging buat gua semakin tertarik untuk mengisi perut,
"Mas sop daging 1, sama teh manis anget." Kemudian kembali ke meja. Kak Wahyudi hanya pesan kopi agar tidak mengantuk saat bawa mobil.
Kira-kira mobik sudah dingin kami melanjutkan lagi perjalanan, kami sudah keluar tol menuju sumedang, jalur ini sepi tidak banyak kendaraan lalu lalang. Kami bebas mengatur kecepatan, sekitar jam satu malam kami sampai. Dari jalan raya ini kami masih harus melalui jalan kecil yang sedikit berkelok-kelok naik lagi ke ketinggian. Rumah kak Wahyudi terletak di dataran tinggi yang tidak jauh dari alun-alun sumedang. Kali kedua gua datang kesini, ditengah jalan yang gelap mobil terhenti ban berputar tapi tak bisa melalui jalan tersebut. Gua turun untuk melihat, gelap malam, suasana sepi ini memberi gua sedikit ketakutan. Tapi jika tidak turun mobil tidak bisa dipaksakan, jalan yang rusak tidak rapi buat perjalan kami jadi terganggu. Ternyata jalan tidak rata serta berair buat ban mobil hanya berputar ditempat yang sama. Saat kak Wahyudi menginjak pedal gas gua langsung mendorong mobil, akhirnya lolos juga. Kak wahyudi jalan cukup jauh gua mengejarnya sambil memperhatikan sekeliling yang gelap gulita dalam. Kesunyian tengah malam. Butuh lima belas menit untuk sampai ke rumah kak wahyudi dari jalan utama. Sisi kanan kami merupakan tebing, jalur yang selebar satu mobil tambah satu motor serta jalanan yang rusak berkerikil buat kami tidak bisa jalan dengan cepat.
Setahun yang lalu gua mampir kerumah ini, gua kembali lagi. Rumah sederhana di sisinya terdapat tanaman cabai dibelakang dipenuhi oleh pepohonan, disamping tanaman cabai ada kandang kambing dan kelinci, kebawah sedikit terdapat sawah-sawah hijau serta saung untuk beristirahat, memandang ke seberang kita bisa melihat tebing dengan pepohonan hijau seluruhnya. Ketenangan, gemiricik air yang mengaliri sawah buat telinga terhibur. Jika memejamkan mata maka dapatilah ketenangan itu. Gua masih mengingat semua suasana itu,
"ting angkatin tuh barang-barang." suars kak Wahyudi mengeruhkan ingatan gua tentang tempat ini. Gua mengangkat daging serta barang bawaan lainnya. Menuju kamar mandi, wudhu, shalat isya. Hawa dingin menusuk tulang, gua naik ke springbed melilitkan sarung ketubuh lalu mata dengan mudahnya terlelap. Selamat malam sumedang.

Komentar

Postingan Populer