Masjid Sultan Sisa Sejarah Kesultanan Melayu di Singapore


Pergi tanpa oleh-oleh seperti teh tanpa gula, hambar manisnya tak terasa. Sebab itulah kami di turunkan di Bugis Street untuk bergerilya oleh-oleh untuk dibawa pulang. Rasa haus tidak tertahan, bersama dengan dua orang kawan OmKribo menuju ke pedagang minuman. Layaknya sirup marjan satu gelas plastik seukuran gelas jus di Indonesia harganya 1 dollar, dapet es buah kalau di Depok. Oi, jangan bandingin sama sana dong! Siap, siap! Sore sudah menjelang sedangkan kami belum shalat ashar, kalau dilanjutkan waktu belanja akan habis, sisanya adalah untuk perjalanan kembali ke Malaysia.

masjid sultan
Kami memutuskan pergi ke Masjid Sultan Dua dari tiga diantara kami pernah datang ke tempat ini, bahkan penginapan Om waktu pertama kesini berada di wilayah masjid sultan jadi sedikit banyak hafal letaknya. Berjalan kaki sejauh kurang lebih sepuluh menit kami sampai, satu hal lagi enaknya di Singapore kita jalan kaki sejauh apapun tetap menyenangkan karena jalanan bersih, nyaman, dan banyak temannya. Kalau dirumah ke warung kopi depan aja naik motor, gaya-gayaan hehe.

setiap hari adalah perjalanan
Warna emas dari kubah masjid sultan tampak begitu indah, kamu tidak akan menjumpai banyak masjid di negeri ini. Jadi ketika berjumpa masjid rasanya sungguh luar biasa. Perlahan kami menginjakkan kaki ke tempat wudhu, lalu masuk ke dalam apa yang Engkau lihat di dalam. Betapa Ras itu bukan masalah untuk Islam. Seluruh batasan telah terkoyak dan hancur lebur jika kaki sudah menginjakkan sajadah, tangan terangkat hingga telinga, badan tertunduk rukuk, kepala terhempas dalam sujud. Hitam, putih, kuning, sawo matang bukan jarak lagi. Inilah Islam sesungguhnya, kita satu karena menyembah Allah yang sama.

suasana sekitar masjid sultan
Jika telah terucap “Allah hu Akbar” dari sang Imam maka komando itu akan dipatuhi para Ma’mum. Tidak lagi ada yang protes tentang perbedaan, inilah yang benih yang harus kita tanam dan sebarkan seluas mungkin seluruh muka bumi. Bicara tentang masjid sultan jangan meninggalkan sejarahnya, masjid ini dibangun oleh sultan hussain pada tahun 1826, pada mulanya banyak keluarga sultan yang berasal dari Riau di boyong ke Kampung Glam tempat masjid ini pertama berdiri hingga kini. Wow, Om harus cari mana keturunan orang melayu Riau yang kebetulan satu kampung yang telah berjasa menjadi bagian memakmurkan masjid yang masih berdiri kokoh bagi ummat islam. Para pedagang awal Jawa yang datang ke Singapore berandil besar atas pembangunan awal masjid ini.

Sejarah mencatat Alauddin Shah yang merupakan cucu Sultan Hussain menjadi pengelola hingga tahun 1879 ketika beliau wafat pengelolaan dilanjutkan oleh Lima Komunitas muslim disana yang diberi nama Trustees. Kala itu terdiri dari Syed Abrulrahman b Shaik Alkaff and Shaik Abu Baker b Taha Mattar (Arab); Inche Amboo' Haji Kamaruddin dan Saim b Abdul Malek (Bugis); Hj Wan Abdullah b Omar and A Jalil bin Hj Haroon (Melayu); Hj Mohamed Amin b Abdullah and Hj Mohamed Eusofe Hj Mohamed Noor (Jawa); Mahmood bin Hadjee Dawood and Mohamed b Mahmood Sahab (India Utara) dan Mohamed Kassim Marican dan Yavena Sultan Abdulcader (Tamil).



Kini masjid yang mampu menampung 5000 jamaah ini sejak tahun 1975 dikelola oleh Majlis Ugama Islam Singapura (MUIS). Beruntung rasanya bisa menginjakkan kaki pada sejarah nenek moyang di negeri orang. Paling penting dalam setiap perjalanan ialah selama ada tempat bersujud maka semua perjalanan akan selalu menenangkan. Jangan pergi karena resah, lalu sampai tetap gelisah, dan pulang tak meninggalkan buah. Salam Kribo....


Komentar

Postingan Populer